Aturan Pemeriksaan Data Konkret Bisa Tingkatkan Kepatuhan Pajak?

Pengajar Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia Prianto Budi Saptono menilai Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Pajak Nomor PER-18/PJ/2025 tentang Tindak Lanjut Data Konkret bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan karena mempercepat proses penegakan hukum di bidang perpajakan.

Menurut Prianto, aturan tersebut merupakan bentuk naskah dinas internal Kementerian Keuangan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 164/PMK.01/2021.

“Naskah dinas adalah informasi tertulis yang berfungsi sebagai alat komunikasi kedinasan, norma hukum, atau dokumen teknis yang dibuat pejabat berwenang di lingkungan Kementerian Keuangan dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan di bidang keuangan dan kekayaan negara,” jelasnya kepada Bisnis, Selasa (7/10/2025).

Perdirjen 18/2025 itu menurutnya tidak terlepas dari PMK Nomor 15/2025 tentang Pemeriksaan Pajak, yang menjadi dasar teknis pelaksanaan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Salah satu aspek pemeriksaan adalah data konkret, yakni tiga jenis data yang dimiliki atau diperoleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Pertama, faktur pajak yang telah disetujui sistem DJP tetapi belum dilaporkan pada surat pemberitahuan pajak pertambahan nilai (SPT PPN).

Kedua, bukti pemotongan atau pemungutan PPh yang tidak dilaporkan pada SPT Masa pajak penghasilan (PPh). Ketiga, bukti transaksi atau data perpajakan lain yang dapat digunakan untuk menghitung kewajiban pajak.

Prianto menjelaskan bahwa pemeriksaan atas data konkret dilakukan melalui pengujian secara sederhana, atau metode yang berbasis pada data matching antara laporan wajib pajak dan data yang dimiliki DJP.

“Kata kunci dari pemeriksaan pajak itu adalah data matching [pencocok data]. Pemeriksa akan membandingkan dan mencocokkan satu data dengan data lainnya. Karena itu, penyebutannya adalah dengan pengujian secara sederhana,” jelasnya.

Dia melihat bahwa mekanisme pemeriksaan ini tidak berkaitan dengan pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa tentang penagihan wajib pajak dalam perkara pajak yang telah inkrah.

“Kasus hukum pajak telah inkrah dan ada utang pajak, proses pemeriksaannya sudah selesai dan tidak ada lagi sengketa pajak. Langkah selanjutnya adalah proses penagihan pajak oleh juru sita pajak di setiap KPP [kantor pelayanan pajak],” tegasnya.

Ketua Pengawas Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) ini menambahkan bahwa pemeriksaan berbasis data konkret relatif lebih mudah diterima wajib pajak karena prosesnya jelas dan terukur. Dengan cara itu, lanjutnya, diharapkan wajib pajak tidak melakukan upaya hukum lanjutan dan bisa langsung melunasi utang pajak setelah ada penetapan dari KPP.

Menurut dia, aturan itu juga berpotensi mempercepat realisasi penerimaan pajak agar mendekati target APBN 2025, karena penyelesaian sengketa dapat dipangkas melalui kesepahaman berbasis data yang transparan.

Adapun PER-18/PJ/2025 tentang Tindak Lanjut Data Konkret ini terbit pada 24 September 2025. Data kontret adalah data yang diperoleh atau dimiliki otoritas pajak, yang mencakup faktur pajak yang tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN, bukti potong atau bukti pungut PPh yang tidak dilaporkan, hingga bukti transaksi atau data perpajakan yang dapat digunakan untuk menghitung wajib pajak.

Bukti transaksi atau data perpajakan yang masuk kategori data konkret sebagai berikut:

Pertama, kelebihan kompensasi pada SPT Masa PPN yang tidak didukung dengan kelebihan bayar pada SPT PPN. Kedua, penghitungan kembali pajak masukan sebagai pengurang pajak keluaran oleh WP yang tidak berhak menggunakan pedoman pengkreditan pajak masukan bagi pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan yang terutang dan penyerahan yang tidak terutang pajak.

Ketiga, PPN disetor di muka yang tidak atau kurang dibayar. Keempat, pemanfaatan insentif pajak yang tidak sesuai ketentuan. Kelima, pengkreditan pajak masukan yang tidak sesuai ketentuan. 

Keenam, penghasilan yang tidak atau kurang dilaporkan berdasarkan data bukti potong yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak dan/atau kekeliruan sehubungan dengan penggunaan norma penghitungan penghasilan neto.

Ketujuh, data atau keterangan yang bersumber dari ketetapan atau keputusan di bidang perpajakan termasuk putusan atas sengketa penerapan ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang perpajakan, yang bersifat inkrah, yang dapat langsung digunakan untuk menghitung kewajiban perpajakan yang tidak atau kurang dilaporkan oleh WP dalam SPT.

Kedelapan, data atau keterangan yang telah diterbitkan surat permintaan penjelasan atas data atau keterangan; dibuat berita acara permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan yang memuat persetujuan Wajib Pajak atas pemenuhan kewajiban perpajakan dan telah ditandatangani Wajib Pajak, wakil Wajib Pajak, atau kuasa, namun pemenuhan kewajiban perpajakan tersebut belum atau tidak dipenuhi sampai dengan batas waktu yang telah disetujui oleh Wajib Pajak, yang dapat digunakan untuk menghitung kewajiban perpajakan Wajib Pajak. 

Sumber : ekonomi.bisnis.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only