Ancaman Sandera 200 Pengemplang Pajak

Upaya Direktorat Jendral (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) dalam melakukan penagihan terhadap 200 pengemplang pajak terus berlangsung. Jika wajib pajak bandel tersebut tak kunjung membayar utang pajaknya, otoritas tak segan menempuh upaya hukum ekstrem.

Direktur Jendral (Dirjen) Pajak Bimo Wijayanto mengungkap, saat ini terdapat sekitar 200 wajib pajak yang tengah ditangani langsung di tingkat pusat. Sementara, masih ada penunggak pajak lainnya yang ditangani kantor wilayah (kanwil) Ditjen Pajak.

Menurut Bimo, terhadap para penunggak tersebut, Ditjen Pajak telah melakukan oenagihan aktif yang disertai langkah tegas seperti penyitaan aset, pemblokiran rekening, hingga pencekalan bagi yang tidak kooperatif.

“Apabila ternyata memang tidak kooperatif lagi, kami akan lakukan pencelakan juga, bahkan nanti kalau memang perlu dengan tindakan pemidanaan melalui gijzeling atau paksa badan,” tandas Bimo, Kamis (9/10).

Adapun aset yang telah disita akan dilelang apabila dalam jangka waktu tertentu wajib pajak tak juga melunasi kewajibannya.

Bimo juga menyebut, dalam hal penagihan pajak, pihaknya menggandeng lembaga lain, seperti Kejaksaan Agung. Tak hanya itu, Ditjen Pajak juga menjalin sinergi dengan lembaga lain, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dalam penyediaan informasi dan pelacakan aset penunggak pajak.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyebut, piutang pajak dari 200 penunggak pajak mencapai Rp 60 triliun. Nah, dari jumlah itu, piutang yang telah masuk ke kas negara mencapai Rp 7 triliun. Jumlah itu baru mencapai 11,6% dari besaran piutang tadi.

Konsultan Pajak dari Botax Consulting Indonesia Raden Agus Suparman menilai, proses penagihan pajak adalah tahapan terkahir dalam sistem administrasi perpajakan yang panjang dan kompleks.

“Memang upaya penagihan itu bukan perkara mudah. Upaya penagihan sebenarnya upaya perpajakan yang terakhir,” jelas Raden kepada KONTAN.

Ia menilai, langkah Menteri Keuangan yang kini ikut turun dalam pengawasan dan penagihan pajak besar memang bisa memberi tekanan psikologis bagi wajib pajak. Namun, demikian, langkah itu tidak serta merta membuat penagihan jadi lebih mudah.

“Walaupun dipaksa oleh Menteri Keuangan, wajib pajak tetap tidak akan bayar pajak jika kondisi perusahaan tidak memiliki uang yang cukup,” imbuh Raden.

Lebih lanjut, Raden menjelaskan, utang pajak memang bisa dibayar melalui harta sitaan, tetapi pembayaran tersebut tidak dapat dicatat sebagai penerimaan pajak negara. “Penerimaan pajak tetap membutuhkan uang tunai,” tegas Raden.

Sumber : Harian Kontan, Jum’at 10 Oktober 2025, Hal 2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only