Setoran penerimaan pajak hingga akhir September 2025 baru Rp 1.295,3 triliun. Jumlah itu baru 62,4 persen dari target 2025 sebesar Rp 2.076,9 triliun.
Namun Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa optimistis bisa menekan risiko melebarnya gap realisasi penerimaan pajak dari target (shortfall) pada akhir tahun anggaran 2025. Purbaya menyiapkan sejumlah strategi untuk mengakselerasi serapan pajak pada sisa akhir tahun ini.
“Ya kami tutupi kebocoran-kebocoran yang mungkin timbul,” kata Purbaya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, seperti dikutip Antara pada Senin malam, 20 Oktober 2025.
Purbaya akan memperketat pengawasan di bidang perpajakan, baik pada sektor pajak maupun kepabeanan dan cukai. Dia mengaku akan memantau potensi praktik penyelewengan di dua sektor tersebut, termasuk underinvoicing.
Untuk pajak, Purbaya menaruh kepercayaan pada sistem teknologi informasi (IT) yang disiapkan oleh Kementerian Keuangan, termasuk Coretax, untuk menekan pelanggaran pajak. “Nanti ke depan, kami akan menerapkan IT yang lebih canggih lagi. Saya harapkan akhir minggu ini Coretax sudah siap. Jadi, itu akan meningkatkan pendapatan dari pajak kalau lebih efisien Coretax-nya,” tambah dia.
Di sisi lain, mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ini juga aktif memberikan insentif untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional, salah satunya dengan menempatkan dana pemerintah atau Saldo Anggaran Lebih (SAL) senilai Rp 200 triliun pada bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) yang bertujuan menggerakkan sektor riil melalui kredit perbankan.
“Kalau pertumbuhan ekonomi lebih cepat, harusnya otomatis (penerimaan) lebih cepat kan? Apalagi sektor swasta didorong kan sekarang, harusnya bisa lebih cepat,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira mengatakan mengecilnya penerimaan pajak ini merupakan buntut dari lemahnya daya beli masyarakat. Menurut Bhima, persoalan seperti industri loyo, harga komoditas turun, ekonomi eksploitatif, Coretax bermasalah, dan tak ada perluasan basis pajak menjadi masalah tambahan.
Menurut dia, kondisi ini berkelindan dengan ketidakpercayaan masyarakat atau distrust terhadap pemerintah yang memungut pajak. “Pajak yang disetor tidak digunakan untuk kesejahteraan masyarakat,” katanya saat dihubungi pada Selasa, 21 Oktober 2025.
Sementara itu, Bhima mengatakan apabila kondisi ini dibiarkan dan defisit melebar hingga akhir tahun, dampaknya bakal panjang. Selain menarik utang baru, Bhima mengatakan anggaran perlindungan sosial bakal turun. Lapangan kerja sulit tercipta dan penghematan anggaran bakal berlanjut. Bahkan bukan tidak mungkin pemangkasan anggaran tahun depan lebih brutal.
Ekonom Senior Universitas Paramadina Wijayanto Samirin mengatakan mengecilnya penerimaan pajak maupun negara ini menyebabkan pemerintah semakin bergantung pada utang. Apalagi, kata Wijayanto, pemerintah menghadapi masalah struktural seperti kepatuhan pajak menurun, deindustrialisasi, sektor informal mendominasi, dan membesarnya shadow economy.
Jika penerimaan sulit ditingkatkan, Wijayanto mengatakan APBN tak bisa menjadi motor pemerataan pertumbuhan. “Peran APBN sebagai motor pertumbuhan dan pemerataan akan semakin kecil,” katanya saat dihubungi pada Selasa, 21 Oktober 2025.
Di sisi lain, ketergantungan terhadap utang ini juga bukan pilihan baik bagi pemerintah. Wijayanto mengatakan kapasitas utang Indonesia sudah menipis dan pembayaran bunga utang sudah mendekati 20 persen dari penerimaan negara.
Menurut dia, pemerintah harus mendongkrak penerimaan agar lolos dari ketergantungan dan defisit. “Selain mendongkrak penerimaan, pemerintah perlu melakukan perbaikan alokasi belanja, yang termudah adalah dengan mengkalibrasi program-program prioritas yang mahal,” kata dia.
Di samping itu, Wijayanto mengatakan Purbaya harus menepati janji untuk mengejar pajak dari 200 penunggak pajak senilai Rp 60 triliun yang sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap. Apalagi, tahun ini sudah mendekati tutup buku. “Melakukan penagihan penunggak pajak senilai Rp 60 T, seperti pernah diungkap Menkeu,” katanya.
Sumber : tempo.co

WA only
Leave a Reply