Kebiajkan Fiskal Bikin Ngeri, Asing Kabur dari SBN

Arus modal asing deras keluar dari pasar surat berharga negara (SBN). Bank Indonesia (BI) mencatat, pada periode 10-13 November 2025, asing jual neto sebesar Rp 6,33 triliun di pasar SBN. Jumlah ini lebih besar dari jual neto sepekan sebelumnya sebesar Rp 2,69 triliun. Sejak awal tahun (ytd), dana asing tercatat jual neto sebesar Rp 6,45 triliun di pasar SBN.

Tekanan ini terutama dipicu kenaikan yield atau imbalan hasil treasuri AS, sehingga investasi global lebih memilih mencari yield yang lebih menarik dan cabut dari pasar domestik. Imbal hasil treasuri AS tenor 10 tahun di 4,1% pada Rabu (19/11), rebound dari titik terendah setahun di 3,95% pada akhir Oktober lalu.

Kenaikan ini terdorong bertambahnya taruhan The Fed akan menahan diri dari menurunkan tingkat suku bunga bulan depan.

Ramdhan Ario Maruto, Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas mengatakan, tren jual neto asing pada SBN sudah sejak awal September. Sejatinya, di tengah kondisi ini, yield SBN menguat. Tetapi karena investor asing banyak keluar, akhirnya terjadi dinamika pasar yang membuat investor domestik ikut cabut. “Walaupun secara size, investor domestik lebih besar,” imbuhnya, kemarin (20/11).

Ahmad Nasrudin, Fixed Income Analyst Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menyebut, pasar India menjadi salah satu tujuan, karena menawarkan imbal hasil lebih tinggi. Padahal secara peringkat, Indonesia dan India berada di kategori yang sama.

Selain itu, tekanan rupiah dan kekhawatiran terkait kebijakan fiskal dalam negeri juga memiliki andil dan menjadi faktor pendorong keluarnya dana asing.

“Investor merasa cemas Menteri Keuangan Purbaya Sadewa, mungkin berupaya merevisi batas defisit anggaran yang telah berlaku puluhan tahun. Revisi ini dikhawatirkan membuka jalan bagi peningkatan belanja pemerintah,” lanjut Ahmad.

Beberapa investor juga tampak lebih menyukai pasar saham untuk mengeruk keuntungan yang lebih tinggi di era suku bunga yang relatif rendah. Seiring prospek perbaikan di sektor rill ketika suku bunga diturunkan.

Ahmad memprediksi, hingga akhir tahun yield kemungkinan akan bergerak di 4,9%-6,2%. Kecenderungannya di sekitar 6%. “Yield lebih rendah ke depan itu normal. mempertimbangkan peluang berlanjutnya, pemangkasan suku bunga BI,” ungkap Ahmad.

Fudji Rahardjo, Chief Dealer Fixed Income & Derivatives Bank Negara Indonesia (BNI) menyebut, prospek pasar SBN ke depan masih relatif konstruksi, meski risiko eksternal perlu dicermati. Volatilitas dari ketidakpastian bunga global dan penguatan dolar AS dapar sesekali membatasi aliran modal masuk. “Potensi re-entry meningkat ketika volatilitas global mereda dan prospek carry trade kembali menarik,” ujar Fudji.

Menurut Ahmad, waktu yang paling prospektif bagi investor untuk re-entry yakni akhir kuartal I 2026, ketika The Fed diperkirakan mulai memberikan sinyal dovish yang lebih jelas dan ketidakpastian politik domestik mereda.

Sumber : Harian Kontan, Jum’at 21 November 2025, Hal 1

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only