Perusahaan sektor keuangan dan yang terkait wajib menyerahkan laporan keuangan
Pemerintah belum kehabisan carauntuk menyigi pajak. Melalui kewajiban penyetoran laporan keuangan oleh perusahaan, data wajib pajak bakal kian transparan.
Kewajiban ini diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2025 tentang Pelaporan Keuangan. Beleid yang ditandatangani Presiden Prabowo Subianto ini, berlaku sejak diundangkan pada 19 September 2025 lalu.

Aturan tersebut mewajibkan pelaku usaha sektor keuangan menyetor laporan keuangan. Ini termasuk bank, perusahaam asuransi, pergadaian, hingga fintech. Selain itu, perusahaan yang terkait dengan perusaaan keuangan, seperti debitur bank, juga wajib menyetor laporan keuangan (lihat tabel).

Kewajiban ini mulai berlaku paling lambat 2027 untuk pelaku di sektor pasar modal. Bagi pelaku sektor lain, pemberlakuan menyesuaikan tahapan implementasi, sesuai kesiapan dan hasil koordinasi antara Kementerian keuangan dengan kementerian dan lembaga atau otoritas terkait.
“Melalui PP ini, pemerintah mendorong terbentuknya ekosistem pelaporan keuangan yang saling terhubung, terstandarm dan konsisten di seluruh sektor sehingga kualitas data keuangan nasional semakin meningkat,” kata Direktur Jendral (Dirjen) Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan Kementerian Keuangan Masyita Crystallin.
Dugaan pemerintah berupaua menebar jaring lebih luas untuk menggali penerimaan pajak menguat. Maklum, beleid ini lahir di tengah tren rasio penerimaan pajak (tax ratio) yang menurun.
Apalagi, sebelum ini otoritas pajak juga sudah mengupayakan sejumlah cara, mulai dari permintaan data rekening bank ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), integrasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), implementasi Coretax, hingga wacana penggunaan akal imitasi (AI) untuk mendeteksi praktik penghindaran pajak.
Tingkatkan kepatuhan
Implementasi Coretax sepat terkendala. Ini menjadi salah satu penyebab penerimaan pajak kontraksi. Per akhir Oktober 2025, realisasi penerimaan pajak baru mencapai Rp 1.459 triliun, turun 3,86% dibanding periode yang samatahun lalu. Angka itu juga masih jauh dibawah target.
Konsultan Pajak Botax Consulting Indonesia Raden Agus Suparman menilai, kebijakan ini berpotensi meningkatkan kepatuhan. “Nanti kantor pajak dapat mengakses laporan keuangan tersebut kemudian membandingkan dengan SPT Tahunan yang sudah dilaporkan,” kata Raden, kemarin.
Peneliti Senior Departemen ekonomi CSIS Deni Friawan menyebut, data keuangan diperlukan agar laporan keuangan dari berbagai pihak, terutama perusaaan dan pelaku usaha, memiliki standar yang sama dan dapat dihimpun dalam satu basis data. Alhasil, data tersebut lebih mudah digunakan dalam pengambilan kebijakan.
Salah satu contohnya adalah kebijakan fiskal, yang dapat berupa penarikan pajak maupun pemberian subsidi. “Sistem yang seragam dan terintegrasi akan memudahkan pemerintah melakukan pelacakan serta melihat potensi pajak yang dapat diperoleh,” tutur Deni.
Sumber : Harian Kontan, Jum’at 28 November 2025, Hal 1

WA only
Leave a Reply