Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Bimo Wijayanto mengakui bahwa sektor mineral dan batu bara (minerba) serta sawit merupakan sektor yang sampai saat ini masih sulit dipajaki.
Hal itu disampaikan Bimo pada saat menghadiri acara Kolaborasi Optimal Menuju Pajak Adil dan Konsisten Episode 2—Meneropong Tax Gap & Efektivitas Tata Kelola Fiskal Sektor Minerba, yang disiarkan melalui Youtube Pusdiklat Pajak, Kamis (11/12/2025).
Menurut Bimo, kesulitan otoritas pajak untuk memungut setoran dari kedua sektor industri ekstraktif itu sudah dialami olehnya sejak awal berkarier di Ditjen Pajak pada 2002 lalu.
“Sejak 2002 saya bekerja di pajak itu selalu sektor strategis yang dikejar-kejar pajaknya dan enggak rampung-rampung sampai hari ini tuh sektor minerba dan sawit ” ujarnya di forum tersebut.
Bimo, yang kini didapuk sebagai Dirjen Pajak, mengakui bahwa industri ekstraktif itu telah memanfaatkan kekayaan alam Indonesia. Namun, dia menyinggung bahwa selama ini pemanfaatan sumber daya alam Indonesia itu justru menjauh dari prinsip pasal 33 Undang-Undang Dasar atau UUD 1945.
Pada pasal tersebut, harusnya kekayaan negara dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. “Betapa sebenarnya value added belum bisa kami secure. ESDM, DJP, DJSEF, pemerhati, akademisi dan konsultan, ini PR kita bersama,” terangnya.
Terkait dengan kewajiban pajak, Bimo menyinggung bahwa industri ekstraktif ini tidak lepas dari orang-orang super kaya atau disebut high net worth individual (HNWI). Dirjen Pajak lulusan Taruna Nusantara itu menyebut masih banyak yang harus dibenahi dari pemungutan pajak orang kaya.
Namun, dia meyakini integrasi berbagai data dari instansi lain bisa membantu otoritas fiskal untuk memeriksa kepatuhan pajak seluruh wajib bayar. “Sekarang itu data luar biasa untuk benchmarking kepatuhan dari wajib pajak. Terkadang wajib pajak mungkin merasa kita enggak mempunyai akses pada tersebut sehingga di laporan SPT nya itu tidak dimasukkan,” paparnya.
Sumber : ekonomi.bisnis.com

WA only
Leave a Reply