Insentif tax holiday masih menjadi salah satu andalan pemerintah dalam menarik investasi. Hingga Oktober 2025, Kementerian Keuangan mencatat sebanyak 403 perusahaan telah menerima fasilitas ini melalui tiga skema, yakni industri pionir, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), dan investasi di Ibu Kota Nusantara (IKN).
Mayoritas penerima berasal dari skema industri pionir. Tercatat 290 perusahaan memperoleh tax holiday, dengan 102 perusahaan telah beroperasi dan merealisasikan investasi sebesar Rp 480 triliun. Sementara itu, pada skema KEK terdapat 106 perusahaan penerima, di mana 23 perusahaan telah beroperasi dengan nilai investasi mencapai Rp 16,2 triliun.
Berbeda dengan dua skema tersebut, pemanfaatan tax holiday di IKN masih sangat terbatas. Hingga Oktober 2025, baru tujuh perusahaan yang memperoleh fasilitas ini dan belum satu pun yang merealisasikan operasional investasinya. Dengan demikian, dari total realisasi investasi tax holiday sebesar Rp 496,2 triliun, kontribusi IKN masih nihil dan hanya mewakili sekitar 1,7% dari total penerima fasilitas.
Secara kebijakan, tax holiday diberikan dalam bentuk pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) Badan, baik secara penuh 100% maupun parsial 50%. Untuk industri pionir dan KEK, jangka waktu insentif berkisar antara 5 hingga 20 tahun, bergantung pada nilai investasi. Khusus di IKN, pemerintah menawarkan durasi hingga 30 tahun.
Memasuki akhir 2025, pemerintah menyiapkan penyesuaian kebijakan insentif seiring akan berakhirnya masa berlaku tax holiday industri pionir. Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undang an (DJPP) Kementerian Keuangan telah membentuk Rancangan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang Perubahan Kedua atas PMK Nomor 130/PMK.010/2020 mengenai pemberian fasilitas pengurangan PPh Badan.
Dalam keterangannya, DJPP menegaskan, penyesuaian ketentuan dan mekanisme pengajuan insentif tersebut diperlukan agar dukungan fiskal tetap efektif dan berkelanjutan.
Di sisi lain, efektivitas insentif berbasis pembebasan pajak menghadapi tantangan dari penerapan pajak minimum global atau Pilar Dua. Direktur Perpajakan Internasional Kementerian Keuangan, Mekar Satria Utama menjelaskan, kebijakan global yang mewajibkan perusahaan multinasional membayar pajak minimal 15% akan mengurangi daya tarik skema insentif lama seperti tax holiday dan tax allowance.
“Dampak pertama jika kita menerapkan Pilar Dua adalah mengurangi efektivitas insentif pajak yang kita miliki saat ini,” ujar Mekar. Selama ini Indonesia banyak mengandalkan tax holiday dan tax allowance untuk menarik penanaman modal asing.
Sumber : Harian Kontan, Selasa 23 Desember 2025, Hal 2

WA only
Leave a Reply