Karena Migas Loyo, Penerimaan Negara Tumbuh Melambat

Jakarta – Pendapatan negara hingga akhir April 2019 baru mencapai Rp 530,7 triliun atau setara 24,4% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 yang sebesar Rp Rp 2.165,1 triliun.

Hal itu disampaikan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani dalam konferensi pers hari Kamis (16/5/2019).

Pendapatan negara kali ini hanya bisa tumbuh 0,5% dibanding capaian pada periode yang sama tahun 2018.

Sebagai informasi, hingga April 2018, pendapatan negara sudah mencapai Rp 528,1 triliun yang setara dengan 27,9% terhadap target APBN 2018. Kala itu, pendapatan negara tumbuh hingga 13,3% dibanding periode yang sama tahun 2017.

Artinya ada perlambatan penerimaan, baik dari sisi pertumbuhan tahunan, maupun realisasi terhadap target APBN.

Ini disebabkan oleh pertumbuhan penerimaan perpajakan yang hanya sebesar 4,7%di April 2019. Sementara tahun 2018 mampu tumbuh 11,1%.

Menurut Sri Mulyani, ini merupakan gejala penurunan aktivitas perekonomian.

“Jadi kami sudah melihat tanda-tanda perekonomian mengalami penurunan dengan penerimaan pajak yang mengalami pelemahan dari sisi pertumbuhannya,” ujar Sri Mulyani.

Salah satu penyebab rendahnya penerimaan perpajakan adalah penerimaan dari pajak penghasilan (pph) migas yang rendah.

Hingga bulan April 2019, pph migas baru menyumbang pendapatan sebesar Rp 22,2 triliun dan baru mencapai 33,5% dari target APBN 2019. Tahun 2018 realisasi pph migas sudah mencapai 55,3%.

Lifting minyak yang baru sebesar 735,4 ribu barel/hari per 27 Mei 2019 membuat penerimaan pph migas loyo. Sebab target lifting minyak tahun ini sebesar 7775 ribu barel/hari.

Selain itu harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) baru mencapai US$ 60,49/barel, jauh ketimbang asumsi makro yang digunakan, yaitu US$ 70/barel.

Sementara itu pajak non migas juga tercatat baru sebesar Rp 364,8 triliun atau 24,1% dari target APBN 2019. Capaian itu turun dibanding April 2018 yang sudah 26,1% dari target APBN 2018.

Sri Mulyani memberi perhatian lebih pada penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) yang mana hanya Rp 129,9 triliun. Nilai tersebut turun dari tahun 2018 yang sudah sebesar Rp 135,8 triliun.

Ini disebabkan karena adanya kebijakan restitusi yang dipercepat sehingga penerimaan pajak dari badan usaha menjadi lebih kecil dari tahun lalu. Sebagai informasi, restitusi pajak adalah pengembalian atas lebih bayar yang disetorkan oleh wajib pajak.

Sumber : CNBC Indonesia

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only