Membaca Tanda-tanda Ekonomi Lesu

Perekonomian Indonesia melaju terseok-seok di paruh pertama tahun ini. Jika dibandingkan tahun lalu, perekonomian Indonesia masih tumbuh tapi melambat.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memperkirakan ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh 5,1 persen sepanjang semester I, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 5,17 persen.

Tren konsumsi rumah tangga yang merupakan penopang sebagian besar perekonomian domestik, di awal tahun sudah membaik. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2019 sudah kembali ke level di atas 5 persen, 5,01 persen. Tahun lalu, pertumbuhan konsumsi masih tertahan di bawah 5 persen.

Di kuartal I 2019, besar kemungkinan laju pertumbuhan konsumsi lebih kencang dari kuartal I mengingat ada gelaran Pemilihan Umum, serta periode Ramadan dan Lebaran saat masyarakat menerima Tunjangan Hari Raya (THR). Namun, lajunya diperkirakan tak bakal sekencang periode yang sama tahun lalu sebesar 5,27 persen.

Belanja pemerintah juga berkontribusi positif terhadap perekonomian. Realisasi belanja negara sepanjang paruh pertama tahun ini mencapai Rp1.034,51 triliun atau tumbuh 9,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Di sisi lain, perekonomian Indonesia terkena imbas dari perlambatan perekonomian global. Faktor eksternal menimbulkan kontraksi pada sektor perdagangan internasional. Hal itu tercermin dari kondisi neraca perdagangan.

Berdasarkan data BPS, selama periode Januari-Juni 2019, ekspor Indonesia tercatat US$80,32 miliar atau turun 8,57 persen dibanding periode yang sama tahun lalu US$87,88 miliar.

Penurunan ekspor ini bisa memberikan gambaran lesunya sektor-sektor terkait, terutama sektor komoditas yang merupakan penopang ekspor terbesar bagi Indonesia. Ia mencontohkan sektor batu bara yang harga acuannya terus menurun sejak awal tahun.

Pada semester I 2019, rata-rata harga batu bara acuan hanya US$87,83 per ton atau turun 8,9 persen dari periode yang sama tahun lalu, US$96,5 per ton.

Harga minyak kelapa sawit mentah (CPO) juga masih dalam tekanan. Berdasarkan catatan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), harga CPO CIF Rotterdam sepanjang Mei 2019 bergerak di kisaran US$492,5 hingga US$535 per ton dengan rata-rata US$511,9 per ton. Di periode yang sama tahun lalu, rata-rata harga CPO global masih bergerak di kisaran US$650 – US$670 per ton dengan harga rata-rata US$653,6 per ton.

Penurunan juga terjadi pada nilai kumulatif impor Januari hingga Juni 2019 yang turun persen menjadi US$82,26 miliar. Konsekuensinya, secara kumulatif, Indonesia masih mencatat defisit sebesar US$1,94 miliar sepanjang enam bulan pertama 2019.

Pertumbuhan sektor investasi juga terengah-engah. Pada kuartal I lalu, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat investasi sebesar Rp195,1 triliun atau hanya tumbuh 5,3 persen. Padahal, di periode yang sama tahun lalu, pertumbuhannya bisa mencapai 11,8 persen secara tahunan.

Perlambatan investasi juga tertangkap oleh pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB). Pada kuartal I lalu, PMTB hanya tumbuh 5,03 persen, melambat dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 7,94 persen.

Sejumlah analis menilai perlambatan tersebut tak lepas dari sikap wait and see pengusaha yang menanti hasil Pemilu pada April lalu.

Upaya mengerek pertumbuhan investasi pada kuartal II untuk lebih baik dari tahun lalu cukup berat. Selain pemilu, kondisi perekonomian global yang melambat serta banyaknya hari libur juga berpengaruh.

Kondisi perekonomian pada akhirnya mempengaruhi Kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terutama dari sisi pendapatan.

Di sektor pajak, pada semester I 2019, realisasinya tercatat Rp603,34 triliun atau 38,24 persen dari target APBN 2019. Jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu, realisasi tersebut hanya tumbuh 3,7 persen.

Pemasukan dari Pajak Penghasilan (PPh), penolong terbesar setoran pajak, hanya mampu tumbuh 4,71 persen menjadi Rp376,33 triliun. Bahkan, setoran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) merosot 2,66 persen menjadi Rp212,32 triliun.

Perlambatan ekonomi terefleksi pada setoran pajak yang melambat dari berbagai sektor ekonomi. Di industri pengolahan, kontributor terbesar penerimaan pajak, setorannya tahun ini tercatat Rp160,62 triliun atau turun 2,6 persen dibandingkan tahun lalu.

Penurunan juga terjadi pada sektor pertambangan sebesar 14 persen menjadi Rp33,43 triliun. Padahal, di periode yang sama tahun lalu, setoran pajak sektor pertambangan melesat 80,3 persen.

Lesunya harga komoditas juga berimbas pada raupan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Sepanjang Januari- Juni 2019, realisasi PNBP tercatat Rp209,08 triliun atau hanya tumbuh 18,24 persen secara tahunan.

Sumber : CNN Indonesia

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only