Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan salah satu instrumen kebijakan fiskal pemerintah, yang mempunyai tiga fungsi utama yaitu fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi. APBN diarahkan untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas, dengan indikasi pencapaian seperti penurunan tingkat kemiskinan, menekan ketimpangan dan pengangguran, memperbaiki kualitas SDM hingga pembangunan infrastruktur. Pada tahun 2018, realisasi tingkat kemiskinan turun menjadi 9,66 persen, rasio gini atau tingkat ketimpangan pendapatan masyarakat juga turun menjadi 0,389, dan tingkat pengangguran terbuka (TPT) turun ke angka 5,34 persen.
Pembangunan infrastruktur tahun 2018 dengan alokasi anggaran Rp410 triliun, telah digunakan untuk membangun 2.271,3 km jalan, 52.449 m jembatan, hingga 4 bandara baru. Pentingnya peran APBN tersebut, tentu harus ditopang dan didorong oleh pendapatan negara. Demikian disampaikan dalam keterangan tertulis Direktorat Jenderal Bea Cukai di Jakarta.
Revenue Collector, salah satu fungsi bea cukai, mengamanatkannya untuk berperan aktif dalam membiayai APBN melalui penerimaan kepabeanan dan cukai. Realisasi penerimaan bea cukai pada tahun 2018 mencapai Rp205,49 triliun, bila ditambah dengan PDRI yang sebesar Rp245,2 triliun maka total kontribusi bea cukai sekitar Rp450 triliun pada tahun 2018 atau melebihi anggaran infrastruktur tahun 2018.
APBN tahun 2019, mengamanatkan target penerimaan kepada bea cukai sebesar Rp208,8 triliun. Target tersebut berkontribusi sekitar 13 persen dalam menopang total belanja APBN tahun 2019 yang difokuskan pada upaya mendorong investasi dan daya saing melalui pembangunan sumber daya manusia. Terbukti dari alokasi anggaran pendidikan yang 20 persen dari APBN atau Rp487,9 triliun dan anggaran kesehatan berupa jaminan kesehatan bagi 96,8 jiwa sebesar Rp122 triliun.
Kontribusi penerimaan bea cukai terhadap total pendapatan negara mencapai 23 persen, atau 30 persen bila dibandingkan dengan total penerimaan perpajakan. Kontribusi signifikan tersebut disebabkan karena bea cukai tidak hanya bertanggung jawab atas penerimaan kepabeanan dan cukai yang terdiri atas Bea Masuk (BM), bea keluar (BK) dan cukai. Akan tetapi juga mengelola penerimaan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) lainnya seperti PPN Impor, PPnBM Impor, dan PPh Impor.
Penerimaan atau Revenue Collector sejatinya hanyalah salah satu fungsi dari bea cukai, masih banyak fungsi lainnya seperti Industrial Assistance, Trade Facilitator dan Community Protector. Pada peran “Trade Facilitator” dan “Industrial Assistance”, bea cukai menyediakan sejumlah fasilitasi atau kemudahan dengan harapan perusahaan semakin berkembang dan berkontribusi lebih besar pada perekonomian nasional.
Bea cukai memberikan pelayanan terbaik dengan memberikan prosedur yang jelas dan mudah serta menyediakan fasilitasi demi perkembangan industri dalam negeri. Fasilitas yang disediakanpun tidak hanya berupa insentif fiskal seperti Kawasan Berikat, Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE), atau Pusat Logistik Berikat (PLB) saja, namun juga prosedural seperti Authorized Economic Operator (AEO) serta Pertukaran Data Elektronik (PDE) Manifest.
Fungsi “Community Protector”, jelas tidak kalah penting dengan peran-peran sebelumnya. Karena pada peran ‘pengawasan’ ini, bea cukai melakukan pengawasan atas keluar masuknya barang ekspor maupun impor secara profesional. Hal tersebut demi memastikan bahwa tidak ada barang yang terlarang atau ilegal yang berpotensi membahayakan baik bagi masyarakat maupun industri dalam negeri.
Sumber : Okezone.com

WA only
Leave a Reply