Pajak Digital RI Tak Perlu Menunggu Ketentuan OECD

Jakarta. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak harus cepat bekerja maksimal untuk memungut pajak dari perusahaan digital. Terlebih, Indonesia telah memiliki aturan mengenai pajak digital tersebut.

Mantan Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi mengatakan, pajak dari sektor ekonomi digital, khususnya bisnis digital over the top (OTT) selama ini telah diatur dalam Undang-Undang (UU) tentang Pajak Penghasilan (PPh). Pasal 2 UU tersebut, menjabarkan definisi BUT, termasuk kategorinya.

“Inilah yang harusnya dipakai Pajak untuk menjerat mereka,” kata Ken kepada KONTAN, Jumat (15/9). Lewat pasal itu, otoritas pajak berhasil menagih PPh Facebook lebih dari Rp 1 triliun tahun 2018 dan pajak Google tahun 2017.

Sebab itu, Ken menilai bahwa Indonesia juga tak perlu menunggu rekomendasi dari Organisasi for Economic Coorperation and Development (OECD) untuk mengejar pajak perusahaan digital. Terlebih, Indonesia bukan sebagai negara anggota OECD. Indonesia hanya perlu memperkuat kerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika guna mendapatkan data perusahaan OTP.

Sambil menunggu OECD, pemerintah tengah menggodok rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Memperkuat Perekonomian.

Salah satu isinya bakal mengatur mengenai pajak digital. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, dalam RUU tersebut, pemerintah bakal mengubah definisi BUT. Melalui RUU ini, pungutan pajak digital diharapkan berjalan mulus.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan bahwa pemerintah masih perlu membangun sistem pemajakan yang adil dan memiliki landasan kuat. Apalagi, skema pemajakan tidak hanya mencakup perusahaan digital, tetapi juga perusahaan tradisional yang telah mengadopsi moda digital.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only