JAKARTA, investor.id – Perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok nampaknya akan kembali memamanas. Pasalnya Presiden AS Donald Trump dalam cuitannya di sosial media mengatakan, tidak tertarik untuk melakukan kesepakatan parsial dengan Tiongkok.
Hal ini rupanya berdampak negatif denga batalnya delegasi dari Tiongkok untuk melakukan kunjungan ke daerah peternakan di Amerika, yang sebelumnya telah direncanakan.
Pilarmas Sekuritas menilai hal tersebut memberikan sentimen negatif terhadap pasar sehingga S&P 500 mengalami penurunan 0.7% diikuti dengan Nasdaq composite yang turun 1.2%. saat ini para pelaku asar sebenarnya ssedang menunggu kesepekatan yang terjadi antara AS dan Tiongkok yang dapat memberikan angin segar bagi pasar global.
“Namun tampaknya ego masih menjadi pemisah diantara keduanya. Meskipun demikian, Amerika dan Tiongkok dijadwalkan untuk bertemu pada tanggal 10 October yang mana akan menjadi pertemuan konfrensi tingkat tinggi.” ujar manajemen dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (23/9).
Dalam pertemuannya dengan wartawan bersama dengan Perdana Menteri Australia Scott Morrison, Trump mengatakan bahwa perselisihan dengan Tiongkok tidak akan menyurutkan semangatnya untuk mengikuti pemilu 2020. Trump tidak akan menyerah untuk mendapatkan kesepakatan penuh dengan Tiongkok.
Sementara di belahan dunia lain, ditengah himpitan akan perlambatan ekonomi global, India kembali melakukan stimulus ekonomi dengan melakukan pemotongan pajak sebesar US$ 20 miliar bagi para perusahaan. Hal ini mendorong India menjadi salah satu negara yang memiliki pajak terendah di Asia.
Kebijakan tersebut mewajibkan perusahaan domestik membayar pajak sebesar 22% atas penghasilan mereka mulai 1 April 2019, di mana sebelumnya berada di level 30%. Upaya pemotongan pajak ini membuat S&P BSE Sensex naik 5.3% di Mumbai, kenaikan ini merupakan tertinggi dalam satu dekade.
“Kami melihat bahwa masih ada ruang bagi Bank Sentral India untuk melakukan pemangkasan tingkat suku bunganya guna mendorong pertumbuhan ekonominya.” ujar manajemen.
Dari dalam negeri, Bank Indonesia menyatakan aliran modal asing yang masuk sampai 19 September tercatat sebesar Rp 189.9 triliun. Penguatan ini bermula sejak indicator CDS Indonesia terus bergerak turun sejak akhir 2018.
Indikator risiko investasi dalam surat berharga tersebut ikut memberikan daya tarik bagi investor asing untuk masuk ke dalam pasar surat utang Indonesia.
Selain itu, beberapa kebijakan yang dibuat oleh Bank Indonesia guna memperkuat strategi operasi moneter dinilai dapat meningkatkan likuiditas dan efisiensi pada pasar uang sehingga dapat memperkuat transmisi dari kebijakan yang akomodatif.
Sumber : Investor.id

WA only
Leave a Reply