DKI Incar Penunggak Pajak Besar

JAKARTA — Seiring dengan program keringanan pajak yang berlaku hingga akhir 2019, Pemprov DKI Jakarta tak hanya tinggal diam.

Pemprov berupaya memburu wajib pajak (WP) dengan tunggakan bernilai besar agar segera membayarkan kewajibannya.

Hal ini tampak dari langkah Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) Provinsi DKI Jakarta melakukan pemanggilan terhadap WP penunggak pajak di sektor usaha restoran, hotel, parkir, dan hiburan, serta mengunjungi komunitas pemilik kendaraan mewah.

Kepala BPRD DKI Jakarta Faisal Syafruddin mengungkapkan bahwa masih ada tunggakan dari enam restoran, empat hotel, dan satu tempat parkir yang tersebar di berbagai wilayah Jakarta, jumlahnya mencapai Rp6,71 triliun.

Adapun, tunggakan pajak kendaraan mewah mencapai Rp48,68 miliar dari total piutang pajak kendaraan bermotor sebesar Rp136,47 miliar.

Faisal berharap agar program keringanan sanksi pajak yang telah berjalan, mampu mendorong para penunggak ini tergugah, sehingga terhindar dari upaya penindakan. Misalnya, pemasangan stiker atau plang penunggak pajak, surat paksa, sita lelang, pencabutan perizinan usaha, pemblokiran rekening, pemblokiran nomor polisi, hingga rencana gijzeling atau penyanderaan sementara.

“Untuk wajib pajak yang tidak kooperatif, mulai tahun depan, mudah-mudahan tahun ini terjadi, akan kami lakukan penyanderaan. Kalau tidak kooperatif atau menghindar dan memang niat tidak membayar pajaknya. Maka kita akan gijzeling atau penangkapan sementara yang dititipkan di lapas, di Cipinang atau Salemba. Waktunya enam bulan untuk tahap pertama,” ungkap Faisal, belum lama ini.

Dia menyebutkan bahwa kalangan usaha tidak kooperatif yang dimaksud bukan hanya yang menunggak pajak. Namun, juga bagi kalangan usaha yang menolak berintegrasi dengan sistem perpajakan online besutan BPRD DKI Jakarta.

DUKUNGAN KADIN

Mewakili kalangan usaha, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Provinsi DKI Jakarta Diana Dewi mengungkap bahwa pihaknya antusias dan mendukung program perpajakan pemprov.

Diana menyebutkan bahwa dunia usaha terbuka terhadap sistem perpajakan dalam jaringan yang bertajuk Toska atau Tax Online System of Jakarta itu.

Namun, Dewi kurang sepakat dengan kebijakan pemotongan pokok pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB), dan pajak bumi dan bangunan pedesaan perkotaan (PBB-P2) dalam program keringanan pajak. Menurutnya, pemutihan sanksi administrasi saja sudah cukup.

“Untuk pembangunan perlu bayar pajak sesuai aturan, tapi berharap agar pemanfaatannya tepat sasaran dan jangan ada korupsi,” ungkapnya kepada Bisnis.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai bahwa keringanan pajak bisa efektif mendongkrak penerimaan pajak, karena bisa menarik penunggak pajak.

Namun, Yustinus memberikan catatan bahwa secara psikologis perilaku para penunggak ini perlu diantisipasi. “Karena bisa berekses perilaku WP menunggu ada pemutihan lagi. Maka musti diikuti law enforcement ,” ujarnya kepada Bisnis .

Oleh karena itu, menurut Yustinus, kuncinya ada pada optimalisasi penegakan hukum. Pemprov harus mampu mengincar potensi-potensi pajak yang belum tersentuh. Terutama, jenis pajak yang belum memenuhi target.

Sumber : Harian Bisnis Indonesia

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only