Aturan IMEI Disahkan, Bagaimana Nasib Ponsel Turis dan Jastip?

Saat aturan soal ponsel black market (BM) dengan validasi IMEI digaungkan, banyak pihak yang bertanya soal nasib para turis atau pengunjung dari negara lain yang datang ke Indonesia. Pasalnya, mereka tentu membawa ponsel dari negara asalnya masuk ke Indonesia. Ponsel hand carry milik turis itu bisa saja disebut BM lantaran dibawa secara tidak resmi dengan IMEI yang tak terdaftar di tanah air.

Pemerintah pun memastikan bahwa para turis asing yang datang ke Indonesia dengan ponsel bawaan mereka tetap dapat menggunakanya tanpa harus membeli lagi ponsel di Indonesia. Dengan catatan, jika menggunakan jaringan operator seluler lokal, mereka nantinya akan diberikan batasan selama 30 hari. Sementara jika lewat dari itu, mereka nantinya bisa melapor dalam hal ini kepada operator seluler.

Adapun terkait bagaimana cara melapornya sampai saat ini masih belum jelas. Sementara untuk melakukan pengecekan apakah ponsel tersebut BM atau tidak saat ini bisa dilakukan dengan mengakses laman Kemenperin.

Ada juga upaya untuk membuat semacam call center atau pusat layanan yang nantinya dapat digunakan untuk mengecek, melaporkan atau meregistrasi ponsel para turis yang mereka bawa ke Indonesia jika nantinya aturan ini telah berjalan.

Menkominfo Rudiantara menyampaikan, dunia digital saat ini semuanya serba online. Kemungkinan untuk melaporkan nantinya akan dibuat mudah lewat satu aplikasi. Kalaupun ada call center, customer service, hal itu sangat minimal. Karena masyarakat sudah bisa mengecek ponsel BM atau tidak di situs Kemenperin.

“Mungkin nanti kita buat lebih mudah, enam bulan masih panjang. Kita buat aplikasi, di-download kan bisa, aplikasi ngecek IMEI. Nggak usah browsing ke situs Kemenperin. Gampang kok. Sekarang lebih mudah. Nggak perlu lagi call center yang besar-besar,” ujarnya demikian.

Lain cerita dengan nasib ponsel para turis. Bagi kamu yang gemar membeli ponsel dari luar negeri baik untuk kebutuhan pribadi atau jasa titipan (jastip) tampaknya hal ini harus berhenti. Pasalnya, setelah aturan berjalan, ponsel bawaan kamu bisa saja dianggap BM karena IMEI-nya tidak terdaftar di Kemenperin dan Kemendag melalui prosedur impor atau perakitan yang jelas.

Meski begitu, bagi yang kekeh membeli ponsel dari luar negeri dan tetap ingin menggunakannya, kamu akan dikenakan pajak senilai 17,5 persen jika ponsel kamu ingin tetap bisa digunakan. Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi.

“Masyarakat yang membeli ponsel dari luar negeri akan dikenakan PPN (pajak pertambahan nilai) 10 persen dan PPh (pajak penghasilan) 7,5 persen. Artinya mending (beli) dari yang resmi karena resmi buatan indonesia dan juga sudah bayar pajak,” jelasnya.

Diketahui, pada Jumat (18/10) lalu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) akhirnya menandatangani aturan terkait ponsel BM dan pemblokiran dengan validasi IMEI. Perusahaan telekomunikasi akan dilibatkan untuk memblokir dan tidak bisa menggunakan sinyal dari jaringan operator mana pun. Aturan tersebut diwacanakan bakal aktif dalam enam bulan lagi atau tepatnya pada April 2020 mendatang.

Sumber : JawaPos.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only