Curhat Pengusaha Kayu: Ekspor Anjlok, Birokrasi Rumit

Jakarta – Pengusaha kayu olahan Indonesia mengungkap hambatan yang mereka sepanjang 2019. Ada masalah regulasi dan turunnya volume perdagangan ekspor pada 2019.

Nilai ekspor kayu olahan Indonesia tahun 2019 turun 4% dibanding 2018. Tahun ini nilai ekspor sebesar US$ 11,64 Miliar, sementara tahun 2018 sebesar US$ 12,13 Miliar. Negara tujuan ekspor terbesar di antaranya China, Jepang, AS, Uni Eropa dan Korea Selatan.

Ketua Asosiasi Industri Kayu Gergajian dan Kayu Pertukangan Indonesia (Indonesia Sawmill and Wood Woorking Association/ISWA) Soewarni, mengatakan kondisi tersebut terjadi bersamaan dengan melambatnya pertumbuhan perekonomian global. Ekspor woodworking mengalami penurunan cukup tinggi 11,14% dibanding tahun lalu.

“Memang turun karena ekonomi global nggak bagus. Harga turun, volume turun,” kata Soewarni dalam konferensi pers overview kinerja usaha perhutanan 2019 di gedung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Jakarta, Jumat (3/1/2020).

Pada kesempatan itu, hadir juga Sekjen KLHK Bambang Hendroyono dan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia Indroyono Soesilo.

Alasan lain yang mengganggu ekspor olahan kayu adalah perang dagang AS-China. “Dua raksasa perang dagang, mereka nggak membeli lagi. Ekspor kami terbesar adalah ke China,” tambah Suwarni.

Selain perdagangan ekspor, pengusaha kayu woodworking juga mendapat tantangan ketika ingin berinvestasi. Menurut Soewarni, penggunaan Online Single Submission (OSS) atau Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik belum memberikan hasil maksimal.

Ia tak menjelaskan detil kendala itu, namun masalahnya pengusaha tetap berurusan dengan proses perizinan.

“Kami usul pemerintah mendongkrak investasi, namun perizinan jadi masalah. OSS ternyata di investor atau anggota kami belum tersosialisasi baik, kadang-kadang pengertian OSS belum semuanya mengetahui.”

“Jadi teman-teman kami menganggap OSS mengurangi birokrasi ternyata tambah birokrasi. Ini keluar dari anggota kami,” kata Suwarni.

Indroyono juga menyebut ekspor kayu olahan menurun seiring turunnya permintaan dunia akibat melambatnya perekonomian global.

Ia berharap dunia usaha mendapat insentif fiskal pada 2020 untuk mengurangi beban usaha dan mendorong investasi dan ekspor hasil hutan. Beberapa di antaranya percepatan restitusi PPN, PPN Log 0%, dan penurunan pajak ekspor veneer.

Selain itu, Indonesia perlu mendorong kerjasama dengan negara potensial ekspor seperti China dan Korea Selatan.

Sumber: Cnbcindonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only