Omnibus Menyetip PPh Dividen Luar Negeri

Pemerintah akan hapus PPh dividen jika perusahaan melakukan repatriasi minimal sebesar 30%

Jakarta. Pembahasan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum dan Fasilitas Perpajakan Untuk Penguatan Perekonomian alias Omnibus Law Perpajakan sudah rampung di tingkat pemerintah, dan bakal dibahas dengan Dewan Perwakilan Rakyat dalam waktu dekat. Aturan sapu jagat ini, akan mengubah konsep perpajakan luar negeri dari sistem worldwide menjadi sistem teritorial.

Dalam calon beleid itu, pemerintah membebaskan pajak penghasilan (PPh) jika wajib pajak (WP) membawa pulang atau merepatriasi dividen yang diperoleh dari Badan Usaha Tetap (BUT) di luar negeri. Jumlah yang direpatriasikan yang bisa dibebaskan dari PPh, yaitu minimal 30%.

Selama ini, ketentuan PPh atas dividen diatur dalam Undang-Undang (UU) No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Pasal 18 Ayat 2 UU itu, menyebutkan bahwa pajak berwenang menetapkan saat diperolehnya dividen oleh wajib pajak dalam negeri (WPDN) atas penyertaan modal di badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual saham di bursa efek.

Ada dua aturan yang berlaku. Pertama, besarnya penyertaan modal WPDN tersebut paling rendah 50% dari jumlah saham yang disetor. Kedua, secara bersama-sama dengan WPDN lainnya memiliki penyertaan modal minimal 50% dari saham yang disetor.

Pemerintah juga telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 93 Tahun 2019 tentang Penetapan Saat Diperolehnya Dividen dan Dasar Penghitungannya oleh Wajib Pajak Dalam Negeri atas Penyertaan Modal pada Badan Usaha di Luar Negeri selain Badan Usaha yang Menjual Sahamnya di Bursa Efek. Ini merupakan aturan perusahaan yang berkedudukan di luar negeri (offshore company) yang kepemilikannya dikuasai oleh WPDN alias controlled foreign company (CFC) rule yang berlaku di Indonesia hingga saat ini.

WPDN yang memiliki saham di luar negeri secara langsung dan memiliki saham bersama-sama dengan WPDN lainnya minimal 50%, sementara badan usaha luar negeri (BULN) tersebut tidak terdaftar di bursa maka memperoleh deemed dividend.

Deemed dividend adalah dividen yang ditetapkan dan diperoleh WPDN atas penyertaan modal pada BULN non bursa terkendali langsung.

Dari sana wajib pajak bisa mengetahui besaran PPh atas dividen. Di Omnibus Law Perpajakan, pemerintah belum mengatur soal model penyesuaian CFC rule yang baru.

Jika ketentuan CFC rule tidak disesuaikan, hitung-hitungan PPh atas dividen menjadi tidak jelas. Padahal, WPDN bakal diuntungkan lantaran persentase kepemilikan saham berkurang.

Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama menyebut, pemerintah akan menyesuaikan CFC rule. “Kami sedang menyusun kembali ketentuan CFC rule, belum bisa kami sampaikan,” kata Yoga, Selasa (21/1).

Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji mengatakan, dalam sistem worldwide, seluruh penghasilan WP yang dari dalam maupun luar negeri akan dikenakan pajak. Untuk menghindari PPh dari luar negeri akan dikenakan pajak. Untuk menghindari PPh dari luar negeri, maka beberapa praktik dilakukan, seperti tax deferral melalui pendirian entitas terkendali, dana sengaja diparkirkan di luar negeri, dan menahan repatriasi.

Itu sebabnya, negara-negara yang menganut sistem worldwide juga menerapkan CFC rule. “Selalu ada penghasilan dari entitas terkendali yang dianggap dividen yang dialirkan ke induknya di Indonesia, terlepas apakah secara aktual dilakukan atau tidak (deemed dividen),” katanya.

Bawono menilai, adanya rencana pembebasan PPh atas dividen dari luar negeri dalam Omnibus Law Perpajakan, sejatinya Indonesia mulai bergeser menuju sistem hybrid alias gabungan antara sistem world wide dengan sistem teritorial. “Sehingga, relevansi dari ketentuan CFC juga perlu ditinjau kembali,” tambah Bawono.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only