Sri Mulyani: Ekonomi Dunia Resesi dan Potensi Depresi

JAKARTA iNews.id – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan kondisi perekonomian dunia sudah resesi dan mulai masuk potensi depresi. Pandemi Covid-19 tidak hanya berdampak pada ekonomi, tapi juga sosial.

“Pandemi ini telah mengubah cara hidup kita dan berimplikasi signifikan pada kondisi ekonomi dan sosial. Ekonomi mulai masuk pada resesi, bahkan ada potensi depresi,” ujar Sri Mulyani dilansir Kamis (2/7/2020).

Dia memaparkan pandemi Covid-19 telah menghilangkan progres upaya pemerintah selama beberapa tahun terakhir, terutama mengenai kemiskinan dan kesejahteraan rakyat. “Indonesia, misalnya mengalami kemunduran pada pengentasan masyarakat dari kemiskinan sekitar 5 tahun karena pandemi yang berjalan selama 6 bulan,” ujarnya.

Tak hanya itu, Menkeu menyebutkan pandemi berdampak pada perekonomian negara secara signifikan yang berarti sumber pendanaan untuk mencapai tujuan akan tertahan.

“Pendapatan dari perpajakan turun karena semua aktivitas ekonomi terkontraksi dan pada saat yang sama kebutuhan untuk kesehatan, jaring pengaman sosial, serta stimulus untuk mengembalikan ekonomi naik cukup dramatis,” katanya.

Terlebih lagi, lanjut dia, pandemi telah menyerang segmen terbawah, yaitu sektor informal, UMKM, sampai masyarakat miskin sehingga desain pemulihan ekonomi Indonesia menitikberatkan pada kelas bawah.

“Untuk Indonesia, kita melakukan itu. Banyak restrukturisasi yang kita didedikasikan untuk UMKM melalui kebijakan pemerintah, yaitu subsidi dan lainnya. Jadi, mereka bisa bertahan di situasi ini,” ujarnya.

Berkaca dari Indonesia, Sri Mulyani menyatakan pandemi Covid-19 telah memaksa pemerintah meningkatkan defisit dari 1,7 persen terhadap PDB menjadi 6,3 persen.

“Naik signifikan. Beberapa negara defisit di ruang fiskalnya, bahkan sudah melebihi batas. Tapi, Indonesia beruntung karena punya defisit lebih rendah. Jadi, semua negara menghadapi masalah yang sama,” katanya.

Dalam hal ini lembaga multilateral, menurut dia, bisa menjadi penolong dalam pembiayaan untuk penanganan dampak Covid-19, khususnya negara berkembang dan berpendapatan rendah.

Di sisi lain, lanjut Sri Mulyani, bantuan pembiayaan dari lembaga multilateral itu belum memadai karena kebutuhan untuk menangani dampak pandemi Covid-19 lebih besar.

“Saya mengapresiasi beberapa institusi multilateral yang merespons cepat dengan menyediakan pembiayaan. Akan tetapi, itu tidak memadai karena pembiayaan lebih besar dibanding yang telah disediakan oleh institusi multilateral,” ujarnya.

Dia menjelaskan bantuan yang belum memadai itu pada akhirnya memaksa berbagai negara berkembang dan berpendapatan rendah berlomba menerbitkan surat utang di pasar global.

“Mereka harus bisa menggunakan yang lainnya. Apakah itu mengeluarkan bond domestik atau global. Ironisnya, situasi keuangan global saat ini memiliki minat yang rendah,” kata Sri Mulyani.

Sumber : Inews.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only