Kebijakan relaksasi perpajakan di sektor otomotif, dinilai dapat menyelamatkan industri tersebut dari keterpurukan dan ancaman pemutusan hubungan kerja karyawannya.
Angin segar muncul kembali muncul dari pemerintah untuk sektor otomotif nasional, yakni dari kebijakan keringanan perpajakan. Kendati lagi-lagi belum ada keputusan resmi pemerintah, namun Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan Presiden Joko Widodo menyetujui usulan relaksasi pajak penjualan mobil baru alias pajak mobil 0%.
Agus mengklaim Presiden secara prinsip menyetujui usulan tersebut. Dengan demikian, tinggal menunggu persetujuan dari Kementerian Keuangan.
Relaksasi pajak tersebut ditujukan untuk mengakselerasi penjualan mobil baru di masa pandemi Covid-19. Menurutnya, kebijakan itu tak hanya mendorong bisnis pabrikan mobil tetapi juga semua pemasok yang terlibat di dalamnya.
Namun, pada Oktober lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menolak usulan pembebasan pajak mobil baru alias 0%. Usulan ini sebelumnya disampaikan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, dan sangat diinginkan oleh Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo).
“Kami tidak mempertimbangkan saat ini untuk memberikan pajak mobil baru sebesar 0% seperti yang disampaikan oleh industri maupun dari Kemenperin,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (19/10).
Menanggapi masih simpang siurnya kebijakan relaksasi perpajakan itu, Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Yohannes Nangoi menyebutkan akan ada sejumlah dampak yang hinggap di industri otomotif, jika relaksasi pajak mobil baru tidak diberikan.
Nangoi mengatakan bahwa asosiasi terus mencoba bernegosiasi agar relaksasi dalam bentuk Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dapat diberikan, apabila pajak penjualan mobil baru tidak diturunkan menjadi 0%.
Tujuannya, membangkitkan minat masyarakat untuk membeli kendaraan karena penjualan masih jauh dari normal. “Ini sangat kami hindari. Jika berlarut-larut maka kemungkinan besar kami harus melakukan pengurangan karyawan ataupun juga mungkin menutup sebagian produksi, karena pasarnya yang begitu kecil,” ujar Nangoi saat diwawancarai Bisnis beberapa waktu lalu.
Untuk menghindari hal tersebut, lanjutnya, Gaikindo terus berupaya mengajukan usulan tersebut kepada pemerintah. Namun, Gaikindo sadar bahwa pemerintah punya prioritas, serta pertimbangan laing yang lebih penting.
“Jadi, kami pun tidak bisa memaksakan hal ini. Akan tetapi kami terus melakukan approach ke pemerintah. Intinya, kami ingin supaya hidup otomotif Indonesia bisa bertahan, jangan sampai ada PHK, dan jangan sampai ada penutupan produksi di Indonesia,” tuturnya.
Senada Ketua I Gaikindo Jongkie D. Sugiarto mengatakan produsen berharap ada diskon PPnBM sebesar 5%. “Kami usulkan yang melakukan kemenperin untuk sementara memberikan relaksasi tarif pajak PPnBM kita minta potongan 5% untuk mobil tertentu saja. khususnya mobil yang diproduksi dalam negeri kedua mobil Rp 250 juta ke bawah,” kata Ketua I Gaikindo Jongkie D. Sugiarto, Rabu (30/12).
Jongkie menambahkan untuk mobil yang diproduksi dalam negeri dan harganya di bawah Rp 250 juta layak dapat insentif. Harapannya, dengan stimulus itu, penjualan mobil dapat kembali naik.
Dia melihat stimulus ini juga dijalankan oleh negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam. Sebelumnya, berdasarkan laporan Kementerian Perindustrian, jumlah tenaga kerja yang diserap oleh industri otomotif dan turunannya tercatat mencapai 1,5 juta orang pada tahun ini.
Adapun jika menilik data terbaru, kinerja sektor otomotif nasional memang belum pulih sepenuhnya. Pandemi Covid-19 terbukti telah memporakporandakan salah satu industri andalan Indonesia tersebut.
Berdasarkan data Gaikindo volume penjualan kendaraan roda empat atau lebih pada November 2020 belum mendekati capaian tahun lalu. Secara tahunan (yoy), volume penjualan ritel sepanjang November tahun ini terkoreksi 39,9% dan wholesales anjlok 41% dibandingkan dengan tahun lalu.
Secara kumulatif penjualan wholesales sepanjang Januari-November ini mencapai 474.910 unit atau minus 49,8% dibandingkan dengan pencapaian pada periode yang sama tahun lalu sebanyak 845.245 unit.
Begitu juga retail sales pada Januari-November 2020 mencapai 509.788 unit, turun 46% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 944.870 unit. Kendati demikian, tanda-tanda pemulihan di sektor tersebut sejatinya mulai tampak.
Pasalnya, kinerja penjualan ritel otomotif pada November 2020 tumbuh 21,2% dibandingkan dengan Oktober, yakni dari 46.284 unit menjadi 56.106 unit.
Sementara itu, kinerja penjualan dari pabrik ke dealer atau wholesales naik tipis 9,8% dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Gaikindo mencatat wholesales pada November menyentuh angka 53.844 unit, sedangkan Oktober 49.018 unit.
PROYEKSI 2021
Sementara itu, Nangoi mengungkapkan bahwa pemulihan industri otomotif pada 2021 akan sangat tergantung dari sejumlah hal dan kinerja industri lain. Pertama adalah kinerja sektor komoditas.
Menurutnya, jika sektor tersebut baik, penjualan otomotif akan menanjak. “Jika komoditas bagus, otomotif terangkat. Kelapa sawit naik, otomatis penjualan truk naik. Kemudian batu bara bagus, otomotif juga ikut terangkat naik.
Jadi, komoditas sangat berperan,” ujar Nangoi kepada Bisnis, beberapa waktu lalu. Kedua pemulihan di sektor logistik. Dia menuturkan bahwa kalau sektor industri logistik dan ekonomi membaik, maka kinerja otomotif juga akan terkerek.
Ketiga adalah pembangunan infrastruktur yang juga sangat memengaruhi kinerja industri kendaraan bermotor, serta pariwisata. Di sisi lain, dia juga berharap agar vaksin Covid-19 sudah bisa dijalankan mulai akhir tahun 2020. Dengan demikian, industri otomotif sudah bisa bergerak menuju pemulihan.
Sumber: Harian Bisnis Indonesia, Senin 04 Jan 2021

WA only
Leave a Reply