Sistem DJP Terhubung OSS dan Wacana Kenaikan Tarif PPN Terpopuler

JAKARTA — Sistem Ditjen Pajak (DJP) yang terhubung dengan sistem Online Single Submission (OSS) dan wacana kenaikan tarif PPN menjadi berita pajak terpopuler sepanjang pekan ini, 3-7 Mei 2021.

Sistem OSS nantinya melakukan validasi secara otomatis berdasarkan perizinan usaha berbasis risiko dan melakukan pengiriman serta penerimaan data melalui interkoneksi sistem dengan kementerian atau lembaga terkait, termasuk Ditjen Pajak.

Validasi yang dimaksud adalah pengecekan pengecekan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas status konfirmasi status wajib pajak (KSWP) dengan sistem yang dikelola oleh DJP sebagaimana tertuang dalam Peraturan BKPM No. 3/2021.

Selain itu, sistem OSS juga akan memfasilitasi pembuatan NPWP bila pelaku usaha yang mengajukan izin melalui OSS ternyata belum memiliki NPWP. Data pelaku usaha selaku pihak yang mengajukan izin nantinya akan dikirimkan ke sistem yang dikelola oleh DJP.

Berita pajak terpopuler lainnya adalah terkait dengan wacana kenaikan tarif PPN sebagai salah satu opsi pemerintah dalam meningkatkan penerimaan negara pada tahun depan. Saat ini, kenaikan tarif PPN masih dikaji pemerintah.

Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun menilai kenaikan tarif PPN bukanlah satu-satunya opsi yang bisa diambil pemerintah untuk meningkatkan penerimaan dan mengembalikan defisit anggaran ke level di bawah 3% terhadap produk domestik bruto (PDB).

Bila pemerintah ingin menaikkan tarif PPN, ada beberapa aspek lain yang perlu dipertimbangkan. Beberapa di antaranya terkait dengan dampak terhadap makroekonomi secara umum, daya beli masyarakat, sektor ritel, dan pertumbuhan ekonomi.

Pemerintah perlu berhati-hati jika ingin menjalankan konsolidasi fiskal dengan tumpuan pada kenaikan basis dan tarif pajak. Tak hanya itu, pemilihan timing dan desain kebijakan juga perlu dipertimbangkan secara hati-hati.

Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji mengatakan konsolidasi fiskal berbasis kenaikan pajak memang berpotensi menurunkan rasio defisit anggaran. Namun, pemerintah perlu memastikan kebijakan yang ditempuh tidak berisiko menghambat pemulihan ekonomi.

Selain melalui instrumen pajak, pemerintah idealnya menjamin keseimbangan momentum akselerasi fiskal dari sisi belanja dan pembiayaan. Hal ini dapat ditempuh dengan efisiensi belanja serta pembiayaan yang inovatif, fleksibel tetapi pruden, dan berkelanjutan.

Dirjen Pajak kembali menunjuk 8 perusahaan yang memenuhi kriteria sebagai pemungut pajak pertambahan nilai (PPN) pada perdagangan melalui sistem elektonik (PMSE) atas produk digital yang dijual kepada pelanggan di Indonesia.

Delapan perusahaan tersebut antara lain Epic Games International S.à r.l., Bertrange, Root Branch; Expedia Lodging Partner Services Sàrl; Hotels.com, L.P.; BEX Travel Asia Pte Ltd; Travelscape, LLC; TeamViewer Germany GmbH; Scribd, Inc.; dan Nexway Sasu.

Dengan penambahan tersebut, jumlah total pemungut PPN PMSE yang telah ditunjuk dirjen pajak menjadi 65 badan usaha. Daftar pemungut PPN PMSE bisa dilihat di www.pajak.go.id/id/pajakdigital atau www.pajak.go.id/en/digitaltax (bahasa Inggris).

Ditjen Pajak (DJP) menyebutkan otoritas pajak akan melakukan proses bisnis khusus terhadap wajib pajak orang pribadi dan badan yang belum menyampaikan SPT tahunan pajak penghasilan 2020.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan akan menyisir data penyampaian SPT Tahunan yang sudah rampung, termasuk menindaklanjuti data wajib pajak yang belum menyampaikan SPT Tahunan.

Neilmaldrin menyampaikan interaksi DJP dengan wajib pajak yang belum menyampaikan SPT akan mengedepankan pendekatan persuasif. Upaya pertama yang akan dilakukan DJP adalah mengirimkan surat imbauan untuk segera menyampaikan SPT.

Menurutnya, wajib pajak masih bisa menyampaikan SPT Tahunan meski sudah melewati tenggat. Meski begitu, wajib pajak yang telat lapor SPT berpotensi dikenakan denda senilai Rp100.000 untuk wajib pajak orang pribadi dan Rp1 juta untuk wajib pajak badan.

Pemerintah mencatat realisasi insentif pajak untuk dunia usaha pada program pemulihan ekonomi nasional (PEN) mencapai Rp26,2 triliun hingga April 2021, atau 46% dari pagu senilai Rp56,72 triliun.

“[Realisasi] Insentif usaha 46,2% atau Rp26,2 triliun dari total pagunya adalah Rp56,72 triliun,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

Namun, Airlangga tak memerinci realisasi insentif pajak yang sudah diserap dunia usaha tersebut. Untuk diketahui, pemerintah memiliki beragam insentif pajak yang ditawarkan kepada dunia usaha demi mendukung upaya pemulihan ekonomi.

Kerja sama yang dijalin Ditjen Pajak (DJP) dengan Ditjen Perimbangan Keuangan (DJPK) dan 169 pemerintah daerah akan memperkuat sistem pengawasan kepatuhan wajib pajak.

Researcher DDTC Fiscal Research Hamida Amri Safarina mengatakan kerja sama tersebut akan menguntungkan. Pasalnya, DJP dan DJPK akan menerima data penting untuk pengawasan kepatuhan pajak. pemda juga akan mendapatkan data dari DJP untuk mengoptimalkan pajak daerah.

Pertukaran data ini juga dapat menjadi langkah awal untuk mengintegrasikan data wajib pajak daerah dan wajib pajak pusat. Selain itu, kerja sama ini juga berpotensi mengerek penerimaan PPh Pasal 21 dan PPh orang pribadi nonkaryawan. 

Sumber: DDTC.co.id . Sabtu, 8 Mei 2021.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only