Jaring Rezeki Dividen

Sejumlah emiten mulai membagikan dividen karena kinerja yang apik. Sekilas bisa jadi untung, tapi jika tidak hati-hati Anda buntung.

Momen bagi-bagi dividen telah tiba. Meski pandemi covid 19 tetap melanda dan ketidakpastian ekonomi akibat perang Rusia dan Ukraina masih terjadi, ternyata sejumlah emiten dari berbagai sektor masih semangat membagikan dividen.

Sejauh ini, emiten dari sektor perbankan menjadi pembuka musim dividen, yaitu PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN), dan PT Bank Mega Tbk (MEGA).

Nama emiten lain yang sudah mengumumkan pembagian dividen tunai adalah PT Astra Internasional Tbk (ASII). Emiten grup konglomerasi ini bakal membagikan dividen final 2021 sebesar Rp 194 per saham, yang akan diusulkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan Perseroan pada bulan April 2022. Sebelumnya pada Oktober 2021, perseroan telah membagikan dividen interim Rp 45 per saham.

Sejauh ini, dividen tunai yang paling menggiurkan dan cukup besar, ditawarkan oleh BBRI. Bank milik Pemerintah itu akan membagikan dividen tunai tahun buku 2021 sebesar 26,4 triliun atau sekitar Rp 174,23 per saham.

Jika dihitung dari harga penutupan Kamis (10/3) di Rp 4.570 per saham, maka imbal hasil (yield) dividen BBRI mencapai 3,81%.

Cuma sayangnya, masa penentuan pemegang saham yang berhak mendapat dividen sudah berakhir pada 10 Maret 2018 lalu. Namun, tak perlu berkecil hati, masih banyak saham lain yang menjanjikan imbal hasil, bahkan cukup menggiurkan seperti BBRI.

Sebut saja emiten ritel PT Matahari Department Store Tbk (LPPF). Sebagai informasi, LPPF akan membagi dividen final sebesar Rp 250 per saham atas kinerja mereka sepanjang tahun 2021.

Emiten lain yang menarik untuk disimak adalah PT Bank mandiri (Persero) Tbk. Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Bank Mandiri menetapkan 60% dari laba bersih konsolidasi 2021 atau sekitar 16,82 triliun sebagai dividen yang akan dibagikan kepada pemegang saham. Sedangkan, sebanyak 40% dari laba bersih konsolidasi tahun lalu dialokasikan sebagai laba ditahan.

Rawan koreksi

Dari pengumuman bagi dividen, rupanya harga saham beberapa emiten pun tampak menguat di perdagangan. Sebut saja BMRI yang tampak naik 0,66% ke Rp 7.675 per saham di akhir Kamis (10/3).

Harga BBRI juga beranjak 4,18% ke level Rp 4.580 per unit pada akhir Rabu (10/3).

Berbeda dengan dua emiten lain yakni ASII dan LPPF yang melemah di akhir perdagangan Kamis (10/3). Harga saham ASII turun 0,79% ke Rp 6.250 dan saham LPPF merosot 1,78% ke Rp 5.525 per unit.

Menurut Herditya Wicaksana, Analis MNC Sekuritas, harga saham dari empat emiten tersebut masih rawan koreksi. Terutama ASII, kata Herditya, akan terkoreksi terbatas.

“Namun selama tidak menembus level support Rp 5.500, harga saham ASII bisa menguat ke Rp 6.550,” ujarnya.

Begitu pula dengan harga saham LPPF yang jika dicermati secara teknikal cenderung konsolidasi. Kata Herditya, harga saham LPPF akan menguat apabila mampu break level resistance Rp 5.900.

Hanya saja, Herditya melihat bahwa rencana pembagian dividen umumnya cukup menarik bagi investor. Apalagi emiten yang membagi dividen seperti BBRI, ASII cukup layak untuk dicermati.

“Begitupun LPPF, mendekati bulan Ramadhan maka dividen nya cukup menarik,” katanya.

Kendati demikian, Herditya menyarankan agar investor tetap memperhatikan level support saham emiten pembagi dividen, serta mencermati kinerja emiten tersebut.

Selain kinerja yang apik, yield dividen merupakan dividen salah satu faktor penting yang dipertimbangkan investor untuk memborong saham-saham pembagi dividen tahun ini. Ivan Kasulthan, Analis Erdhika Elit Sekuitas bilang semakin tinggi yieldnya maka akan semakin menarik perhatian investor untuk memborong saham.

Ivan menyebut, biasanya yield dividen yang biasa diincar investor rata-rata di atas 5%. “Karena angka tersebut memberikan keuntungan cukup besar,” ucapnya.

Dia mencermati emiten yang paling menarik untuk diperhatikan adalah LPPF, diikuti dengan BBRI, ASII, dan BMRI. Hanya saja, perlu diingat lagi investor yang berencana masuk ke saham emiten dengan tujuan mendapatkan dividen, disarankan memperhatikan kinerja saham emiten tersebut. Pasalnya Achmad Yaki, Analis BCA Sekuritas menilai adanya pengumuman bagi dividen bisa menjadi sentimen pendorong kenaikan harga saham BBRI, ASII, ataupun LPPF.

“Harusnya didukung laporan kinerja 2021 yang mencerminkan pertumbuhan bisnis yang solid,” sebutnya.

Di sisi lain, ada juga potensi harga saham terkoreksi di perdagangan. Misalnya BBRI yang masih cenderung menguat saat ex-date dividen. Sedangkan harga saham ASII masih rawan koreksi, juga dengan LPPF yang dilihat rawan profit taking.

Meskipun begitu, Achmad Yaki bilang koreksi wajar terjadi, khususnya bagi investor yang mengambil untung dan harga saham pun melemah. “Nanti buyback lagi setelah pembagian dividen sudah dirilis,” ungkapnya.

Untuk jangka panjang, Achmad Yaki merekomendasikan beli saham BBRI, ASII dan LPPF dengan target harga Rp 5.050, Rp 7.200 dan Rp 6.000 per saham.

Lalu, bagaimana prospek dari masing-masing emiten pembagi dividen tahun ini? Akankah semenarik dividen yang diberikan? Berikut ulasannya.

  • BBRI

Emiten perbankan pelat merah ini bisa dibilang rutin membagikan dividen. Tak heran kalau investor mengincar saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Analis pun menyakini bahwa kinerja mereka masih positif tahun lalu.

Handy Noverdanius, Analis Bahana Sekuritas menuturkan di samping membagi dividen, tampaknya investor tertarik akan prospek kinerja BBRI kedepannya. Baginya, secara jangka panjang bisnis BBRI akan bertumbuh positif.

Terlihat dari fokus BBRI disegmen mikro, program kredit usaha rakyat dan dampak positif dari holding ultra mikro PNM dan Pegadaian.

“Segman mikro itu potensinya sangat besar di Indonesia. Jadi pertumbuhan kinerjanya bisa bagus,” ujarnya.

Di sisi lain juga, Handy melihat agen bank BBRI merupakan yang terbesar di Indonesia. Dia mencermati sampai saat ini agen BRILink bisa melakukan transaksi dan menjangkau nasabah ritel dengan optimal.

Benar saja, agen BRILink telah berhasil menghimpun dana murah sebesar Rp 18,2 triliun hingga akhir 2021. Capaian itu meningkat 37,4% dibandingkan tahun sebelumnya (year on year/YoY).

Dengan begitu, Handy optimistis bahwa pertumbuhan kredit maupun profitability BBRI bisa naik seiring efisiensi operasional.

Jika dihitung-hitung, penyaluran kredit konsumer BBRI bisa tumbuh 11% hingga 12% di tahun ini. Jika akhirnya perang antara Rusia-Ukraina bisa terkontrol, maka target penyaluran kredit bisa tercapai.

Terlepas dari penyaluran kredit, pospek BBRI dinilai cerah karena kehadiran Bank Raya Indonesia (AGRO). Handy menyoroti bahwa potensi AGRO cukup baik mengingat nasabah BBRI di seluruh Indonesia bisa dijangkau. Tak sampai di situ, AGRO juga baru meluncurkan aplikasi mobile banking bernama Raya 2.0.

“Sebagai permulaan potensinya akan besar selama eksekusinya baik,” jelasnya.

Dia pun merekomendasikan beli saham BBRI dengan target harga 12 bulan Rp 5.250 per saham.

  • BMRI

Emiten perbankan besar lain yang turut membagi dividen yaitu PT Bank Mandiri Tbk. Dari pandangan analis MNC Sekuritas Tirta Widi Gilang Citradi, aksi bagi dividen BMRI cukup menarik bagi investor karena beberapa hal.

Pertama, kinerja BMRI tahun 2021 ternyata lebih tinggi dari perkiraan dan konsensus dahulu. Kedua, pembagian laba untuk dividen (DPR) juga besar di atas 50%.

Ketiga, yield yang diperoleh juga oke, yakni sekitar 5% kalau dihitung kasar. “Secara nominal lebih besar dari tahun lalu,” katanya.

Bukan hanya itu, Tirta menyoroti beberapa kunci penggerak kinerja BMRI tahun ini. Khususnya kualitas aset dan NPL yang relatif membaik pada tahun 2021 lalu.

“Trend ini diperkirakan berlanjut tahun ini. Kalau kualitas aset membaik dan pencadangan juga mencukupi. Cost of credit bisa turun. Ini jadi key driver untuk earnings,” papar Tirta.

Dia juga menghitung, EPS BMRI masih akan bisa tumbuh dobel digit, di atas 20%. Apalagi aset bunga berupa kredit berisiko BMRI yang direstrukturisasi sisanya 14%-an di kuartal IV-2021.

Dus, Tirta juga mencatat pertumbuhan kredit BMRI yang masih akan positif. Dia bilang, target BMRI untuk menyalurkan kredit 8% secara year on year masih akan tercapai. Mengingat fokus BMRI yang mencari aset-aset dengan yield yang tinggi.

“Bisnis bank yang yieldnya tinggi itu pinjaman. Nah, dari total pertumbuhan kredit 8% yang dipatok manajemen sebenarnya masuk ke koperasi dan lainnya. Tahun 2022 BMRI juga akan fokus genjot segmen komersial dan SME serta garap KUR yang yield-nya menarik,” bebernya.

Sementara untuk persaingan bank digital, menurut Tirta, semua terletak pada competitive advantage. Setiap bank punya ekosistem masing-masing yang bisa di leverage, sehingga baginya tidak semua strategis emiten harus sama.

“Lagipula kalau dilihat Livin, aplikasi Mandiri sudah masuk ke ekosistem big tech player di Indonesia seperti Tokopedia, Grab, Gojek, OVO, dan lainnya. Tinggal dimanfaatkan,” terangnya.

Tirta pun merekomendasikan beli saham BMRI dengan target harga 12 bulan yaitu Rp 8.900 per unit.

  • ASII

Emiten grup Astra, PT Astra International Tbk (ASII) juga layak dicermati. Tak hanya dividen yang menggiurkan, melainkan kinerja yang diramal cemerlang tahun ini.

Analis Samuel Sekuritas, Pebe Peresia menelisik secara fundamental dan dividen, ASII cukup menarik untuk dilirik investor. Pasalnya, menurut Pebe, bila harga saham ASII Rp 6.325 maka yield dividen yan diperoleh sekitar 3,1%.

“Angka tersebut cukup lumayan untuk investor. Terlebih ASII masuk dalam jajaran IDX High Dividen 20,” tandasnya.

Beralih ke sisi fundamental, Pebe menganggap banyak faktor yang mendukung kinerja ASII tahun ini. Pertama, seiring dengan pemulihan ekonomi dan insentif PPnBM yang di perpanjang oleh pemerintah, kinerja ASII diakui masih akan bertumbuh tahun ini.

Kedua, market share ASII masih akan stabil di atas 50% dari penjualan mobil nasional.

Ketiga, masuknya ASII dalam ekosistem bisnis logistik.

Pada Selasa (8/2), ASII b mengumumkan pembentukan perusahaan patungan alias joint venture (JV) dengan Logos SE Asia Pte. Ltd. Meskipun Pebe melihat dalam jangka waktu dekat tidak akan berdampak signifikan, pembentukan JV merupakan strategi yang baik untuk memanfaatkan momentum pertumbuhan penggunaan e-commerce di Indonesia.

Potensi mendulang kinerja yang apik juga diakui oleh Analis RHB Sekuritas Indonesia Fauzan Luthfi Djamal. Potensi penjualan mobil diprediksi Fauzan cenderung meningkat di saat peak commodity seperti terjadi saat ini.

“Karena ada efek multiplier khususnya ke provinsi-provinsi yang notabene bergerak di sektor komoditas,” katanya.

Ditambah insentif PPnBM yang meski tak segencar tahun lalu, menurut Fauzan akan memberi kontribusi ke volume penjualan ASII, terutama mobil LCGC.

“Dengan market share nasional LCGC Astra (Daihatsu) yang rata-rata sekitar 77% tahun 2021, maka akan mendongkrak penjualan mobil ASII,”lanjutnya.

Dari tren bisnis, Fauzan juga berpendapat ASII sudah menginisiasi start-up seperti Go-jek, Halodoc, dan Sayurbox. Dengan tambahan joint venture dengan Logos, dia meyakini keberadaan kas ASII akan sangat kuat. “Dan hal ini bisa mengcover alokasi capex yang lebih tinggi,” imbuhnya.

Dengan dividen sebagai bonus, maka Fauzan mengakulasi bottomline ASII, bisa tumbuh 9% tahun ini. Angka ini katanya belum termasuk potensi kenaikan batubara yang tajam. Dia dan Pebe pun merekomendasikan beli saham ASII dengan target harga Rp 7.650 dan Rp 7.300 per unit.

  • LPPF

Emiten ritel PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) juga dipercaya masih memiliki prospek yang tak kalah ciamik pada tahun ini.

Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Christine Natasya menyebutkan hal ini tak lepas dari perolehan kinerja laba LPPF yang berada di atas ekspektasi konsensus. Laba LPPF yang berada di atas ekspektasi Mirae dan ekspektasi konsensus. Laba LPPF yang mencapai Rp 912,85 miliar tahun 2021, ternyata mencerminkan 166% dari proyeksi Mirae dan 160% dari proyeksi konsensus.

Christine mencermati, LPPF memang banyak melakukan optimalisasi opex. Salah satunya, hanya memperkerjakan staf tambahan saat peak season. Di sisi lain, LPPF meluncurkan multitasking proyek untuk mengurangi biaya yang mereka keluarkan.

LPPF juga diuntungkan dengan kebijakan pemerintah mengenakan safeguard duty atawa Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMPT) agar produsen lokal dapat lebih kompetitif dibanding barang impor. Asal tahu saja, kurang lebih 90% poduk LPPF berasal dari produsen lokal. Melihat hal ini, LPPF dipercaya punya ruang lebih untuk meningkatkan harga jual atau merebut pangsa pasar.

“Dengan pemulihan lalu lintas di dalam toko, kami percaya bahwa penjualan secara keseluruhan akan terus menguat,” jelas Christine dalam risetnya,” Jumat (4/3).

Melihat adanya pemulihan kunjungan yang kuat dan kepecayaan terhadap manajemen dapat mencapai penjualan signifikan di momentum Lebaran tahun ini, Mire Asset Sekuritas Indonesia merekomendasikan saham LPPF beli dengan target haa Rp 5.900 per saham.

Sumber : Tabloid Kontan 14 Mar-19 Mar 2022 hal 4,5

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only