JAKARTA. Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan Made Arya Wijaya menyebutkan, saat ini pemerintah tengah mengkaji tambahan anggaran subsidi, baik bagi subsidi energi maupun non-energi.
“Untuk sementara angkanya masih terus dihitung oleh teman-teman Ditjen Pajak dan Badan Kebijakan Fiskal. (Belanja subsidi) sangat mungkin bertambah tergantung kebijakan yang akan diterapkan oleh pemerintah, karena selain subsidi untuk LPG saat ini dihitung subsidi untuk yang lain,” tutur Made kepada Kontan.co.id, Jumat (8/4).
Sayangnya, Made belum bisa memberi gambaran berapa kocek yang harus dirogoh oleh pemerintah untuk menambah anggaran subsidi ini, dan apakah pemerintah akan melakukan realokasi maupun refocusing anggaran.
Namun, ia menegaskan berapa dampak anggaran yang dibutuhkan sangat tergantung dari skenario yang akan diputuskan oleh pemerintah lebih lanjut. “Mudah-mudahan alokasi yang sudah ada saat ini di APBN masih cukup,” katanya.
Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky menyambut baik upaya pemerintah dalam menambah anggaran subsidi. Pasalnya, Riefky melihat ini merupakan salah satu upaya pemerintah dalam menjaga inflasi dan kemudian menjaga daya beli masyarakat.
Akan tetapi, Riefky mengingatkan agar subsidi yang diberikan oleh pemerintah ini tepat sasaran kepada masyarakat yang kurang mampu. Pasalnya, di kenyataan saat ini barang subsidi malah dinikmati oleh masyarakat kelas menengah maupun atas.
Sebut saja Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertalite yang disubsidi banyak digunakan oleh masyarakat kelas menengah maupun atas. Belum lagi saat harga BBM non subsidi Pertamax meningkat, masyarakat berbondong-bondong pindah ke BBM Pertalite yang harganya masih lebih murah.
Kemudian, LPG 3 kg atau LPG melon juga banyak dinikmati oleh masyarakat yang bukan golongan tidak mampu.
Riefky kemudian memberi alternatif jalan yang mungkin bisa diterapkan oleh pemerintah. Salah satunya, dengan kebijakan harga. Menurutnya, pemerintah lebih baik melepas harga BBM Pertamax untuk mengikuti harga pasar. Kemudian, pemerintah juga lebih baik menyesuaikan harga BBM Pertalite agar disparitas harga tidak terlalu tinggi.
Nah, agar kemudian kucuran bantuan tepat sasaran, pemerintah bisa menambah bantuan langsung tunai (BLT) kepada masyarakat kelas bawah dan rentan. Menurut Riefky, skema ini membuat bantuan pemerintah tepat sasaran.
“Jadi harga Pertamax dibebaskan ikuti harga keekonomiannya, kemudian Pertalite disesuaikan agar gap tidak jauh. Kemudian masyarakat rentan diberi BLT jadi ini adalah efisiensi target penerimaan subsidi dan bantuan,” kata Riefky.
Bila kemudian bantuan fiskal yang diberikan oleh pemerintah ini tidak tepat sasaran dan bahkan target yang ditetapkan tidak baik, maka dikhawatirkan adanya lonjakan inflasi yang tinggi dan kemudian menggerus daya beli masyarakat yang harusnya mendapat manfaat.
Selain itu, Riefky juga mengingatkan pemerintah perlu menakar tambahan anggaran dengan bijak, mengingat adanya mandat mengembalikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi maksimal 3% pada tahun 2022.
Sumber: kontan.co.id
Leave a Reply