Pajak Baru Berlaku, Beban Konsumen Bertambah Berat

JAKARTA. Industri financial technology (fintech) dan dompet digital resmi menjadi salah satu lumbung pungutan pajak ke negara. Per 1 Mei lalu, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69/PMK.03/2022 sah berlaku.

Dalam beleid itu, banyak diatur soal penerapan tarif pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN). Aturan ini tentu akan menambah beban konsumen fintech. Misalnya saja, bagi Anda yang biasa berinvestasi dengan menjadi pemberi pinjaman atau dikenal sebagai lender di fintech lending. Mulai Mei ini, PPh sebesar 15% dari imbal hasil yang diraih bakal masuk sebagai pajak.

Senior Vice President Wealth Management Koin Works, Rachel Sugeha menjelaskan aturan ini bisa menjadikan lender, terutama dari ritel mempertimbangkan atau sedikit berhati-hati dalam melakukan pendanaan. “Meskipun ada perubahan kebijakan, Koin Works memastikan kinerja perusahaan tetap stabil dan normal,” ungkap Rachel, Senin (9/5).

Reynold Wijaya, Co Founder & CEO Modalku mengatakan, sudah menerapkan aturan pajak baru. “Dengan peraturan pajak tersebut, harapan kami bisnis Modalku tetap bertumbuh,” tutur Reynold.

Ia menyebut, lender di Modalku selama ini loyal. Jumlah lender yang melakukan pendanaan berulang di Modalku sekitar 76% dari total lender terdaftar.

Hingga kini penyaluran dana Grup Modalku dari awal berdiri telah mencapai Rp 33,11 triliun. Dana tersebut disalurkan oleh lebih dari 200.000 pendana yang telah terdaftar.

Bukan cuma lender, fintech juga akan dikenakan tarif PPN 11% terhadap biaya layanan yang selama ini dibayar oleh peminjam. Aturan tersebut bisa berimbas pada biaya layanan lebih tinggi.

Namun CEO dan Co Founder KoinWorks, Benedicto Haryono menyebut, kenaikan biaya layanan ini tidak terlalu mempengaruhi penyaluran pinjaman. Menurutnya, selama ini peminjam di KoinWorks tak bermasalah dengan biaya layanan yang saat ini diterapkan. Menurutnya, saat ini peminjam lebih mempertanyakan sebab mereka tak bisa lolos untuk mendapat pendanaan.

Tidak masalahnya peminjam terhadap biaya layanan juga ditunjukkan dengan 70% hingga 90% peminjam melakukan permohonan pinjaman berulang.

Lalu bagi Anda yang banyak bertransaksi di dompet digital atau uang elektronik juga harus bersiap terkena imbas PPN 11% bagi banyak transaksi. Misal saja, transaksi pembayaran tagihan, isi ulang hingga layanan payleter. Hal ini tentu saja bisa membebani bagi nasabah.

Industri asuransi juga terkena pungutan baru. Selama ini para agen membayar PPh 21 atas komisi yang mereka dapatkan. Kini ada tambahan PPN 1,1% dari komisi bruto. “Sulit membebankan biaya pajak ini ke nasabah. Seluruhnya menjadi beban agen. Perlu peningkatan produksi agen untuk menutup kekurangan karena pengenaan pajak ini,” terang Iwan Pasila, Direktur Utama BRI Life.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menyarankan, pajak fintech jangan dipukul rata. Terutama fintech lending yang menyalurkan pembiayaan ke UMKM. “Untuk klaster produktif, ada insentif, bahkan pengecualian,” ujar Bhima.

Sumber : Harian Kontan Selasa 10 Mei 2022 hal 1

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only