Restitusi Pajak Bakal Melonjak

JAKARTA. Pengembalian pajak alias restitusi diperkirakan akan kembali meningkat. Ini sejalan dengan meningkatnya aktivitas impor karena perbaikan aktivitas perekonomian.

Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Ditjen Pajak Kemkeu) mencatat, hingga akhir April 2022, restitusi pajak mencapai Rp 70,4 triliun. Angka ini turun 6% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Secara terperinci, pertama, restitusi dipercepat mencapai Rp 29,8 triliun. Berdasarkan tren per bulan, restitusi ini terus meningkat dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Hanya saja, pada bulan April, restitusi dipercepat turun 0,8% year on year (yoy) atau secara tahunan.

Meskipun demikian, Ditjen Pajak Kemkeu mencatat komponen restitusi dipercepat terbilang tinggi. “Yakni mencapai 42% (terhadap total restitusi),” kata Ihsan Priyawibawa, Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Ditjen Pajak, Jumat (27/5).

Kedua, yakni restitusi normal hingga April 2022 tercatat sebesar Rp 28,6 triliun. Kemudian yang ketiga, restitusi karena kalah upaya hukum sebesar Rp 12,1 triliun.

Ihsan memperkirakan, tren restitusi akan mengalami peningkatan selama beberapa bulan ke depan. Kenaikan restitusi tersebut, diantaranya terlihat dari tingginya impor terutama bahan baku.

Tak hanya itu, kenaikan berasal dari kebijakan threshold restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) dari Rp 1 miliar menjadi Rp 5 miliar, berkontribusi terhadap lonjakan restitusi ke depannya.

Meski begitu, Ditjen Pajak tetap bakal mengawasi perkembangan restitusi pajak ini. “Kami akan mengawasinya di bulan-bulan ke depannya,” tandas Ihsan.

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI), Prianto Budi Saptono, memperkirakan, realisasi restitusi pajak tetep akan menjadi kedepannya dan bahkan cenderung meningkat. Hal ini didorong oleh adanya potensi restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bulanan yang rutin terjadi di tiga sektor. Yakni importir, pemasok ke kawasan perdagangan bebas, kawasan berikat, maupun kawasan ekonomi khusus (KEK), serta rekanan BUMN atau instansi pemerintah maupun kontraktor hulu minyak dan gas (migas).

Menurutnya, ketiga sektor tersebut tidak memunculkan pajak keluaran karena ada fasilitas PPN tidak dipungut pada sektor eksportir dan pemasok ke kawasan bebas, berikat maupun KEK. Sedangkan bagi rekanan BUMN atau instansi pemerintah maupun kontraktor hulu migas, PPN atas penjualan vendor sudah dipungut oleh pelanggan. “Ini karena kondisi ekonomi makin pulih,” katanya.

Tapi pemulihan ekonomi bisa menurunkan restitusi PPN tahunan serta Pajak Penghasilan (PPh) Badan.

Sumber : Harian Kontan Senin 30 Mei 2022 hal 2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only