Menperin Minta Dukungan untuk Genjot Ekspor Mobil dan Tekstil

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyebutkan, industri otomotif serta tekstil dan produk tekstil (TPT) adalah dua sektor industri manufaktur yang paling berpotensi didorong ekspornya lebih tinggi lagi.

Alasannya, kedua industri tersebut masih memiliki kapasitas produksi terpasang yang belum terpakai dalam jumlah besar.

“80% perdagangan mobil di dunia adalah sedan, sedangkan yang dikembangkan di Indonesia masih fokus pada tipe SUV dan MPV. Kalau kita mau menaikkan pangsa otomotif di pasar global, kita harus masuk di kue yang besar,” jelas Airlangga dalam konferensi pers di kantornya, Rabu (19/12/2018).

Airlangga mencontohkan, ada potensi pasar 1,3 juta kendaraan di Australia yang siap untuk dimasuki saat perjanjian dagang Indonesia-Australia CEPA selesai ditandatangani dan diratifikasi oleh kedua negara.

“Untuk bisa masuk ke sana, industri perlu economic of scale. Di sinilah kita menunggu revisi PPnBM [Pajak Penjualan Atas Barang Mewah] agar tidak mendiskriminasi sedan,” ujarnya.

Dia menjelaskan, PPnBM yang dikenakan sebesar 30% pada sedan adalah warisan pengembangan otomotif di era 1980-an yang memang berfokus pada pengembangan mobil dua box seperti Toyota Kijang. Aturan pajak saat itu menganggap mobil dengan tiga box (mesin, penumpang dan bagasi) sebagai barang mewah.

“Tentu era ini sudah berlangsung 20-30 tahun dan perlu pembaharuan, termasuk konsep PPnBM sudah waktunya diganti menjadi VAT [value-added tax/pajak pertambahan nilai],” imbuhnya.

Airlangga mengakui, pajak yang tinggi bagi sedan saat ini memang membuat pembelian sedan di pasar domestik terus menurun. Alhasil, pabrikan pun kurang termotivasi untuk menggenjot ekspor sedan.

“Sedan bisa diproduksi kalau ada demand pasar domestik. Harus ada kombinasi pasar domestik dan pasar ekspor. Ini yang membedakan kita dengan Thailand. Hari ini ekspor kita sekitar 300 ribu unit berupa MPV dan SUV. Thailand bisa ekspor hingga 1 juta unit, mayoritas sedan, termasuk ke Indonesia,” jelas Menperin.

Ekspor Tekstil Terkendala Bea Masuk Tinggi Di Eropa Dan AS

Sementara itu, Airlangga mengatakan ekspor produk industri tekstil, pakaian jadi, dan alas kaki juga berpotensi dinaikkan menjadi dua-tiga kali lipat dibandingkan saat ini.

“Syaratnya, kita harus segera tandatangani CEPA [perjanjian dagang komprehensif] dengan Uni Eropa dan juga Amerika Serikat. Kenapa? Bangladesh dan Vietnam bisa ekspor ke sana dengan bea masuk [BM] 0% tapi produk kita masih dikenakan BM 10-20%,” jelasnya.

Adapun untuk ekspor produk petrokimia seperti plastik, Airlangga menyebutkan bahwa kapasitas industri saat ini bahkan belum mencukupi kebutuhan dalam negeri.

Dengan demikian, masih dibutuhkan investasi di sektor oleokimia/petrokimia yang umumnya memakan waktu 3-4 tahun hingga industri siap berproduksi.

“Intinya, industri itu tidak bisa instan, jadi perlu penyelesaian fundamental supaya ekspor bisa meningkat,” pungkasnya

Sumber: cnbcindonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only