Aturan Pajak e-Commerce Masih Banyak Bolongnya

Jakarta. Pemberlakukan aturan pajak e-commerce mulai efektif pada 1 April 2019. Namun, aturan yang sudah diterbitkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ini masih dikhawatirkan pelaku usaha.

Ketua Asosiasi e-commerce Indonesia (iDEA) Ignasius Untung mengungkapkan kekhawatiran pengusaha mengenai level of playing field atau perlakuan yang sama dengan bisnis lainnya.

“Jadi gini, yang kita khawatirkan level of playing field, artinya perlakuan yang sama terhadap bisnis yang bisa bersaing,” kata Untung.

Untung menceritakan, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210 tentang pajak e-commerce tidak berlaku terhadap potensi bisnis berbasis internet. Seperti media sosial (medsos).

Menurut Untung, masyarakat di era digital seperti sekarang bisa berjualan di luar dari marketplace seperti Tokopedia, BukaLapak. Masyarakat pun bisa berjualan di medsos seperti Instagram, Facebook, dan Twitter.

Menurut Untung, aturan yang akan berlaku pada April 2019 ini lebih mengatur kepada pedagang yang berjualan online di marketplace. Sehingga, para pedagang yang sesuai ketentuan harus menyetorkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) kepada marketplace.

Adapun, kata Untung, batasan yang ditetapkan dalam aturan tersebut adalah pedagang dengan omzet di atas Rp 300 juta per tahun diwajibkan setor NPWP, sedangkan di bawah tidak perlu.

“Pertanyaannya nanti adalah apakah ini akan berlaku pada bisnis lain seperti medsos, karena kalau tidak mereka yang sudah di marketplace kemungkinan takutnya pindah ke tempat lain, karena kok saya jualan di marketplace dikejar-kejar NPWP, ini akan dikejar pajak, kalau medsos tidak dikejar maka mereka akan pindah ke sana. Itu yang dikhawatirkan,” jelas dia.

Untung mengungkapkan, hasil survei yang dilakukan IdEA menyebutkan bahwa dari sekitar 1.600 pelaku UMKM sekitar 95% mengaku berdagangan di medsos, sedangkan 25% berdagangan di marketplace. Hitungan 25% ini sudah termasuk yang berjualan ganda di marketplace dan medsos.

“Jadi kan kecil sekali, kalau sosmed sudah besar gitu tapi nggak dikenakan NPWP sementara marketplace dikenakan nanti malah kecil malah pindah ke sosmed,” ujar dia.

Kekhawatiran selanjutnya, kata Untung, jika diberlakukan kepada medsos bagaimana teknisnya untuk mewajibkan para perdagangannya menyetor NPWP, karena tidak ada marketplace yang bisa dijadikan ladang pelaporan.

Yang dimaksud ladang pelaporan di sini, marketplace bisa ditanyakan langsung oleh Ditjen Pajak mengenai data perdagangan dari suatu perusahaan yang memanfaatkan platformnya.

“Makanya proposal kita adalah itu harus diberlakukan di medsos, tanpa batasan level Rp 300 juta, kalau di medsos nggak usah ada batasan, semuanya berjualan apapun ada NPWP,” ungkap dia.

Sumber : detik.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only