Kepatuhan Pajak dan Hasil yang Diharapkan

Maret telah tiba, aktivitas pelaporan SPT Tahunan di bulan ini memasuki puncaknya. Pelaporan SPT Tahunan ini adalah kewajiban setiap orang yang memiliki NPWP dan berstatus aktif yang dilaksanakan setiap tahun.

Berdasarkan data yang dihimpun, jumlah Wajib Pajak yang wajib lapor SPT berkisar 18,5 juta. Adapun target rasio kepatuhan tahun ini adalah 85 persen, atau 15,7 juta Wajib Pajak. Realisasi pelaporan pajak per Februari 2019 baru mencapai 3,2 juta atau hanya 17,3 persen.

SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban selama satu tahun pajak. Kewajiban melaporkan SPT Tahunan dimulai sejak seseorang memiliki NPWP yang berlaku seumur hidup, kecuali dalam hal Wajib Pajak terkait mengajukan permohonan non-efektif dengan alasan; (1) tidak/belum lagi menjalankan usaha atau (2) Penghasilan seorang karyawan yang di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Berkaca pada capaian tahun 2018, rasio kepatuhan masih belum mencapai target 80 persen. Jumlah Wajib Pajak yang wajib lapor berkisar 17,6 juta dengan rincian 1,4 juta Wajib Pajak Badan, 2,4 juta Wajib Pajak Orang Pribadi Non-karyawan (OP NK), dan 13,7 juta Wajib Pajak OP Karyawan. Sementara itu, realisasi hanya mencapai 12,5 juta Wajib Pajak atau setara 71 persen rasio kepatuhan. Realisasi pelaporan SPT Tahunan 2018 terendah dialami oleh Wajib Pajak Badan (58 persen), disusul Wajib Pajak OP NK (75 persen), dan Wajib Pajak OP Karyawan (72 persen).

Berbagai upaya telah digencarkan otoritas pajak untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak, mulai dari pagelaran berbagai social event seperti Spectaxcular dan kampanye simpatik, pendampingan pelaporan SPT Tahunan ke instansi pemerintahan dan swasta, hingga imbauan surat konvensional dan elektronik seperti SMS Blast dan E-mail Blast. Jika Anda menerima SMS atau e-mail dari DJP (termasuk unit kerja vertikal), artinya Anda diimbau untuk segera melaporkan SPT Tahunan paling lambat 31 Maret 2019 bagi WP OP dan 30 April 2019 bagi WP Badan. Harapannya, rasio kepatuhan dapat semakin membaik.

Secara garis besar, Wajib Pajak dibagi menjadi dua jenis, Wajib Pajak OP dan Badan. Wajib Pajak OP terdiri atas OP Karyawan dan non-karyawan. Wajib Pajak OP Karyawan menerima atau memperoleh penghasilan dari badan usaha atau usaha dagang tempat ia bekerja sehingga mekanisme pembayaran pajaknya dilakukan melalui pemotongan oleh pemberi kerja. Selama penghasilan (take home pay) Anda setahun masih di bawah PTKP, Anda dipotong pajak penghasilan nihil.

PTKP sejak 1 Januari 2016 hingga sekarang adalah Rp54 juta setahun untuk diri Wajib Pajak. PTKP bertambah Rp4,5 juta untuk Wajib Pajak kawin dan tambahan anggota keluarga (anak kandung, orang tua, atau anak angkat yang masih ditanggung). Sebagai contoh, Wajib Pajak berstatus menikah dan memiliki dua anak, PTKP-nya adalah Rp67,5 juta. Selama penghasilan Wajib Pajak sebagai karyawan di bawah PTKP tersebut, ia dipotong pajak penghasilan nihil. Untuk pelaporan SPT Tahunan, pastikan Wajib Pajak memperoleh bukti potong, meskipun nihil, dari badan usaha tempat ia bekerja sebagai dasar pelaporan SPT Tahunan.

Berbeda dengan Wajib Pajak OP Karyawan, Wajib Pajak OP non-karyawan (usahawan) menyetorkan sendiri pajak penghasilannya dan melaporkan SPT Tahunan berdasarkan pembayaran pajak tersebut. Pembayaran pajak setiap bulan merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 23 tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu, yaitu 0,5% dari pendapatan usaha (omzet) di bawah Rp4,8 Miliar setahun dan disetorkan setiap bulan.

Untuk Wajib Pajak Badan, kewajiban pelaporan harus menyertakan laporan keuangan, meskipun dalam satu tahun pajak badan usaha (CV, PT, koperasi, dan yayasan) tidak melakukan kegiatan usaha. Laporan keuangan seminimal mungkin terdiri atas laporan rugi laba dan neraca selama satu tahun pajak. Jika sama sekali tidak ada kegiatan usaha, laporan rugi laba dibuat nihil dan tetap wajib ditandatangani oleh direktur utama dan distempel. Untuk badan usaha yang baru memulai kegiatan usaha dan masih mengalami kerugian bersih, kerugian tersebut dapat dikompensasikan ke SPT Tahunan tahun berikutnya, paling lama lima tahun.

Saat ini, otoritas pajak telah menyediakan akses pelaporan daring yang cukup mumpuni dan inklusif dengan berbagai kebutuhan Wajib Pajak. Wajib Pajak tidak perlu datang ke kantor pajak hanya untuk sekadar melaporkan SPT. Wajib Pajak cukup menyiapkan Electronic Filing Identity Number (EFIN) dan e-mail aktif untuk registrasi akun DJP Online. EFIN hanya digunakan saat registrasi awal dan lupa password. Setelah registrasi selesai, selanjutnya Wajib Pajak dapat melaporkan SPT Tahunan secara elektronik dengan memasukkan NPWP dan password yang telah dibuat sewaktu registrasi.

Adapun kanal resmi pelaporan SPT Tahunan dapat diakses di www.djponline.pajak.go.id. Media pelaporan dapat melalui e-filing dan e-form. Bedanya, e-filing bersifat online to online yang berarti Anda mengisi SPT secara online dan menyampaikannya (submit) juga secara online. Sementara itu, e-form bersifat offline to online dengan terlebih dahulu mengunduh database dan viewer di kanal DJP Online. Setelah itu, Wajib Pajak dapat mengisi SPT secara offline. Setelah selesai mengisi SPT, Wajib Pajak menyampaikannya secara online.

Pajak menjadi tulang punggung bagi roda pemerintahan di negara manapun, termasuk di Indonesia. Kontribusi penerimaan pajak terhadap pos pendapatan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun anggaran 2019 mencapai 82 persen, setara Rp 1.786 Triliun. Sementara itu, penerimaan pajak yang dihimpun oleh DJP adalah sebesar Rp1.577 Triliun, tumbuh 10,7 persen dari target dalam APBN tahun 2018. Kepatuhan pajak dilihat dari dua hal, yaitu pembayaran dan pelaporan pajak. Pembayaran pajak secara sukarela oleh Wajib Pajak harus diikuti dengan pelaporan SPT Tahunan setiap tahunnya.

Di tahun 2019, DJP tetap fokus pada perbaikan kinerja otoritas guna mencapai target penerimaan dan meningkatkan kepatuhan pajak. Proses perbaikan DJP terutama meliputi proses bisnis, pelayanan, dan kualitas pemeriksaan. Selain itu, berbagai pembenahan struktural juga telah diterapkan oleh DJP, di antaranya penyederhanaan dan perluasan layanan pajak, penyederhanaan proses pengembalian pajak, dan perluasan layanan Business Development Service (BDS) untuk Usaha Kecil Menengah (UKM).

Dari sisi pengawasan, DJP tetap akan mengoptimalkan basis data perpajakan berupa data dan informasi keuangan baik lewat pertukaran informasi keuangan dari berbagai negara (Automatic Exchange of Information) maupun institusi perbankan. Kesadaran dan kepatuhan masyarakat tentang pajak akan menjadi kunci keberhasilan dalam merealisasikan target penerimaan pajak. Dengan penerimaan pajak yang optimal, APBN tahun 2019 akan benar-benar sesuai temanya: Adil, Sehat, dan Mandiri.

Sumber : tribunnews.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only