Untuk Memudahkan Wajib Pajak, 93 Aturan Dicabut

Kementerian Keuangan mencabut puluhan peraturan pelaksana dari undang-undang yang mengatur perpajakan karena tumpang tindih dan tak lagi sesuai dengan kondisi saat ini. Penataan regulasi itu untuk memberikan kepastian hukum dan kemudahan bagi wajib pajak.

Berdasarkan data yang diperoleh Kompas, Kamis (14/3/2019), Kementerian Keuangan mencabut 45 keputusan dan peraturan Menteri Keuangan serta 48 keputusan dan peraturan Direktur Jenderal Pajak di bidang Pajak Penghasilan (PPh) serta Ketentuan Umum dan Tata Cata Perpajakan (KUP). 

Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Robert Pakpahan di Jakarta mengatakan, terdapat beberapa peraturan pelaksana dari  Undang-Undang PPh yang sudah tidak relevan dan tidak sesuai dengan kondisi saat ini. Peraturan itu ada yang sudah kedaluwarsa, ada pula yang tumpang tindih dengan peraturan lain sehingga harus dicabut.

”Kami sedang menata ulang regulasi. Setiap direktorat akan terus melakukan simplifikasi regulasi untuk mengurangi terjadinya sengketa,” kata Robert.

Salah satu contoh tumpang tindih regulasi adalah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 571 Tahun 2000 dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 41 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak (tax allowance). Kedua aturan itu dicabut karena sudah terakomodasi dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 89 Tahun 2015. 

Adapun peraturan yang dicabut karena sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini, yaitu Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 295 Tahun 2001 tentang PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima pekerja sampai dengan sebesar upah minimum provinsi atau upah minimum kota/kabupaten. 

Keputusan Direktur Jenderal Pajak itu dinilai tidak lagi relevan karena pemerintah telah mengatur penghasilan tidak kena pajak sebesar Rp 4,5 juta dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101 Tahun 2016. 

Robert mengatakan, penataan regulasi perpajakan yang sedang dilakukan pemerintah bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan kemudahan bagi wajib pajak. Harapannya, tingkat kepatuhan wajib pajak meningkat sehingga penerimaan perpajakan yang belakangan lesu bisa kembali tumbuh.

Mengutip data Direktorat Jenderal Pajak, Robert mengemukakan, pertumbuhan penerimaan pajak terus merosot dari 12,5 persen tahun 2012 menjadi 4,1 persen tahun 2017. Setelah reformasi pajak mulai terimplementasi, penerimaan pajak mulai tumbuh mencapai 14,3 persen tahun 2018.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, tumpang tindih regulasi memang menciptakan ketidakpastian, meningkatkan biaya, dan menurunkan kepercayaan wajib pajak. Kondisi tersebut menyebabkan penerimaan pajak sulit tumbuh tinggi. 

”Secara agregat, akan memengaruhi kepatuhan pajak termasuk keputusan investasi,” katanya. 

Menurut Yustinus, reformasi perpajakan tidak cukup sebatas penyederhanaan administrasi atau prosedur, tetapi harus menyentuh tataran kebijakan. Hal itu bisa dilakukan jika pemerintah mengedepankan konsistensi, kejelasan, dan kepastian dalam implementasi reformasi.

Oleh karena itu, lanjut Yustinus, pemerintah disarankan tidak perlu banyak fokus dalam agenda reformasi perpajakan. Intinya, kebijakan harus mengurangi ketidakpastian, menyederhanakan peraturan, serta menetapkan standardisasi praktik perpajakan.

Terkait penerimaan pajak, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, tahun ini penerimaan pajak ditargetkan sebesar Rp 1.786,4 triliun atau 82,5 persen dari total pendapatan negara dalam APBN 2019. Target penerimaan itu bisa tercapai jika rasio pajak mencapai 12,2 persen.

Rasio pajak adalah perbandingan atau persentase penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB). Pada 2018, rasio pajak baru menyentuh 11,6 persen.

Salah satu strategi pemerintah untuk meningkatkan rasio pajak dengan memperluas basis penerimaan pajak (tax base) melalui integrasi dan pertukaran data. Langkah itu ditempuh melalui kerja sama DJP dengan pihak ketiga, yaitu  badan usaha milik negara dan pemerintah luar negeri.

”Integrasi data ini akan mempermudah pengawasan dan menggali potensi wajib pajak untuk mencapai target penerimaan,” kata Sri Mulyani.

Sumber: Kompas.id


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only