Ekspor Turun, Industri Sawit Kebanjiran Insentif

Pemerintah menambah insentif eksportir kelapa sawit, minyak sawit mentah, crude palm oil (CPO) dan produk turunannya. Pemerintah membebaskan eksportir komoditas ini dari pungutan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), setelah sebelumnya, membebaskan eksportir dari kewajiban bea keluar.

Insentif pembebasan pungutan BPDPKS tertuang di Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 23/PMK.05/2019 yang diundangkan 6 Maret 2019. Sama seperti fasilitas bebas bea keluar, insentif ini berlaku mulai 1 Maret 2019 hingga 31 Mei 2019.

Keluarnya aturan ini merespon surat dari Menteri Koordinator bidang Perekonomian selaku Komite Pengarah BPDPKS dengan nomor TAN-54/M.EKON/03/2019 tanggal 1 Maret 2019. Surat itu berisi hasil kesepakatan dan keputusan rapat Komite Pengarah pada 28 Februari 2019, yang usulan kepada Menteri Keuangan agar mengubah tarif pungutan ekspor CPO.

PMK 23/2019 ini menegaskan tarif pungutan ekspor kelapa sawit, CPO, dan produk turunannya dikenakan nol. Tarif nol berlaku saat harga produk di bawah US$ 570 per ton, harga US$ 570 sampai US$ 619 per ton, maupun harga di atas US$ 619 per ton.

Tarif nol ini berlaku untuk sementara. Mulai 1 Juni 2019, pemerintah kembali memberlakukan tarif dengan ketentuan terdahulu. Sebelumnya, Menko Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan, tujuan pemerintah memberikan insentif ini agar membantu eksportir sawit saat harga turun di pasar global. Meskipun harga referensi sudah memasuki batasan pengenaan pungutan, tapi harga itu tidak mencerminkan kondisi sebenarnya.

Harga CPO dalam tren melemah pada Maret 2019. Harga CPO di Malaysia Derivative Exchange, Senin (18/3) US$ 506,75 per ton, turun 2,86% dari akhir Februari 2019 US$ 521,67 per ton.

Selain itu, eksportir sawit juga menghadapi tekanan permintaan akibat pelemahan ekonomi China, tarif bea masuk yang tinggi di India, serta kampanye hitam di Uni Eropa. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor golongan barang lemak dan minyak hewan/nabati yang didalamnya didominasi CPO dan turunannya, Januari-Februari 2019 hanya US$ 2,94 miliar, atau turun 15,06% secara year on year (yoy). Padahal, CPO merupakan komoditas andalan ekspor nonmigas nomor dua setelah batubara.

Penurunan bea masuk

Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional (Dirjen PPI) Kemdag, Iman Pambagyo menambahkan, pemerintah masih memperjuangkan kemudahan bagi eksportir sawit. Kemudahan ini berupa penurunan tarif bea masuk CPO ke pasar India.

Kemdag sudah mengirimkan delegasi untuk perundingan ke India pada akhir Februari 2019 lalu. Indonesia meminta tarif bea masuk olahan CPO diturunkan 5% agar sama dengan produk dari Malaysia. Saat ini tarif bea masuk olahan minyak sawit Indonesia sebesar 50% sedangkan bea masuk Malaysia ke India 45%.

Dalam lobi ini, Indonesia menawarkan kompensasi membeli gula mentah dari India. “Permintaan Indonesia ke India masih diproses. Diharapkan dapat selesai tahun ini,” ujar Iman, Senin (18/3).

India merupakan pasar terbesar CPO Indonesia. Ekspor sawit Indonesia ke India tahun 2018 sebesar 6,7 juta ton turun dibandingkan tahun 2017 di atas 7 juta ton.

Sumber: Harian Kontan


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only