Ketua DPR: Triliunan Rupiah Duit Fintech Lari ke Luar Negeri

Ketua DPR Bambang Soesatyo menilai penarikan pajak terhadap transaksi di perusahaan financial technology atau fintech belum maksimal. Akibatnya, sebagian besar dari triliunan rupiah dana di fintech diangkut ke luar negeri dan tidak tersimpan menjadi penerimaan negara.

Menurut Bambang, hal ini kerap terjadi pada transaksi pada fintech yang berasal dari luar negeri. Oleh sebab itu, DPR menaruh perhatian pada hal ini.” Apapun yang ditransaksikan di negara ini, harus ada ongkosnya,” kata Bambang di acara Seminar Nasional Peran Teknologi Finansial dalam Mendorong Inklusi Keuangan di Indonesia, di Jakarta Selasa, 26 Maret 2019.

Bambang menilai, jika penarikan pajak ini tidak diperhatikan, maka potensi kehilangan atau aliran dana ke luar akan semakin besar. Ia mengutip sebuah penelitian bahwa potensi pembayaran fintech di Indonesia mencapai US$130 miliar setiap tahunnya. “Dan kebanyakan targetnya adalah sektor UMKM,” kata politikus Partai Golkar ini.

Pajak untuk industri fintech sebenarnya telah diterapkan berupa Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Misalnya untuk perusahaan jasa pembayaran dikenai PPh sebesar 2 persen dan PPN atas jasa sebesar 10 persen. Perusahaan perangkat lunak keuangan dikenai PPN atas barang tidak berwujud sebesar 10 persen.

Jasa riset untuk penilaian kredit dikenai PPN atas jasa sebesar 10 persen, manajemen investasi PPh sebesar 2 persen dan PPN atas jasa sebesar 10 persen. Sementara itu perusahaan penyedia tabungan, pinjaman, asuransi, dan permodalan tidak akan dikenai PPN dan PPh sebesar 15 persen.

Isu yang saat ini berkembang adalah kemudahan dari penarikan pajak fintech ini. Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suryo Utomo mengatakan, pihaknya tengah mempertimbangkan untuk memberikan kemudahan dalam membayarkan pajak “Bagaimana memudahkannya, kami akan lihat seperti apa nanti. PPN 10 persen tarifnya, PPh tergantung siapa yang punya penghasilan,” kata dia, dikutip dari laman Bisnis.com.

Masalah lain juga ada pada banyaknya pemain fintech yang menjalankan bisnisnya di luar negeri. Hal tersebut sama seperti yang dilakukan oleh industri e-commerce. “Pada dasarnya, setiap barang yang masuk ke dalam negeri akan dikenai bea masuk oleh Bea Cukai. Tetapi yang jadi masalah bagaimana mengenakan PPh cross border,” kata Suryo.

Sumber: Tempo.co

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only