Ada Insentif Lain Menanti Mobil Ramah Lingkungan

Rencana perubahan insentif pajak penjualan barang mewah (PPnBM) dari 0% menjadi 3% untuk kendaraan bermotor hemat bahan bakar dan harga terjangkau (KBH2) atau low cost green car (LCGC) sudah mendapat kepastian. Muncul kekhawatiran, penggunaan insentif itu mengubah regulasi LCGC keseluruhan.

Namun hal tersebut dibantah oleh Putu Juli Ardika, Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan Kementerian Perindustrian. Ia menyatakan, skema LCGC yang lainnya tidak ada perubahan, termasuk soal skema wajib tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) minimal 80%. “Aturan LCGC itu tetap jalan,” jelas Putu.

Namun, imbuh Putu, akan ada aturan baru yang mengatur insentif untuk kendaraan ramah lingkungan jenis baru yang disebut dengan low carbon emission vehicle (LCEV) atau kendaraan bermotor kategori beremisi karbon rendah. Ini merupakan progam lanjutan dari progam LCGC.

Aturan baru itu akan mengatur insentif untuk kendaraan hybrid electric vehicle (HEV) yang mengadopsi motor listrik yang menggunakan baterai, plug in hybrid electric vehicle (PHEV), serta kendaraan flexy engine atau berbahan bakar fleksibel atau alternatif.

Jika dulu insentif pembebasan PPnBM atau tarif 0% diberikan ke LCGC, maka kelak akan dipersiapkan untuk kelompok LCEV yang memiliki emisi karbon rendah.

Jika tak ada aral melintang, Kementerian Perindustrian akan melakukan LCEV mulai 2021. Menurut Putu, progam ini tak bisa langsung diberlakukan, karena pelaku industri butuh waktu penyesuaian usaha agar tercipta kepastian dalam berusaha.

Kemperin menargetkan 20% jumlah kendaraan yang beredar di Indonesia adalah kendaraan berbasis energi listrik. “Kami target tahun 2030 bisa menjadi basis produksi kendaraan bermotor internal combustion engine (ICE) maupun electrified vehicle untuk pasar domestik maupun ekspor,” kata Airlangga Hartanto, Menteri Perindustrian.

Namun untuk merealisasikan rencana itu butuh kesiapan industri pendukung, mulai dari infrastruktur pengisian energi listrik, rantai pasokan komponen di dalam negeri, serta adopsi teknologi.

Pelaku industri juga membutuhkan insentif fiskal dan nonfiskal, agar kendaraan electrified vehicle bisa dimanfaatkan lebih luas.

Adapun bentuk dukungan fiskal yang dibutuhkan pelaku industri, antara lain tax holiday atau mini tax holiday untuk industri komponen utama seperti industri baterai, industri motor listrik (magnet dan kumpulan motor). Selanjutnya, Kemperin juga mengusulkan super deductible tax, (pengurangan pajak) sampai 300% untuk industri yang melakukan research, development, and design (RD&D).

Sumber : Tabloid Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only