Gejolak insentif pajak dapat membuat penerimaan pajak sengsara

JAKARTA. Pemerintah sepanjang tahun ini telah menggelontorkan berbagai insentif pajak. Sehingga kinerja penerimaan pajak dalam negeri masih mengalami tekanan hingga paruh pertama tahun 2019.

Kementerian Keuangan (Kemkeu) mencatat, pertumbuhan penerimaan pajak sampai dengan akhir Juni lalu hanya tumbuh 3,75% year-on-year (yoy) atau mencapai Rp 603,34 triliun.

Pengamat pajak DDTC Bawono Kristiaji menilai terkait dengan berbagai relaksasi melalui insentif pajak ada beberapa pandangan. Memang di tengah ekonomi yg melambat Indonesia tentu perlu mendorong konsumsi dan investasi. Tekanan ekonomi yang dibarengi dengan kebijakan fiskal yang kuat tentu juga tidak bijak.

Oleh karena itu dalam tataran makro secara umum, insentif sifatnya rasional. Namun, di sisi lain ada risiko jangka pendek bahwa nantinya bisa berdampak bagi shortfall perpajakan yang semakin melebar.

“Pemberian insentif pada dasarnya akan meningkatkan tax expenditure terkait belanja/subsidi pemerintah melalui sistem pajak. Oleh karena itu efektivitasnya harus selalu dievaluasi,” kata Bawono kepada Kontan.co.id, Kamis (18/7).

Yang terbaru, kemarin pemerintah resmi menerbitkan aturan yang mendasari pemberian insentif fiskal bagi industri penerbangan.

Beleid tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2019 tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu serta Penyerahan dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Kata Bawono kebijakan insentif tersebut tujuan besarnya masih dalam rangka relaksasi untuk menggenjot ekonomi nasional. Khusus untuk PP Nomor 50 akan mendorong aktivitas di sektor penerbangan.

Namun, insentif itu membuat penerimaan pajak makin sengsara. Direktur Potensi, Kepatuhan, Penerimaan Pajak Direktorat Jendral Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemkeu) Yon Arsal belum bisa menggambarkan potensi berkurangnya penerimaan pajak dari insentif pajak industri penerbangan.

“Kami belum bisa menggambarkan, karena belum ada data lebih rinci,” kata Yon kepada Kontan.co.id, Kamis (18/7).

Sementara Bawono menilai kelonggaran pajak impor akan cukup berpengaruh. Karena seluruh PPN impor di 2018 saja sebesar Rp186.4 T atau sekitar 14% dari total penerimaan pajak.

Yon bilang guna menambal penerimaan pajak yang bolong karena insentif, DJP bakal melakukan menggali potensi Pajak Penghasilan (PPh).

“Proses bisnisnya ada di cakupan program intensifikasi dan ekstensifikasi. Kualitas dan dan kuantitasnya yang kita tingkatkan dari waktu ke waktu, seiring dengan meningkatnya kualitas data yang kami miliki,” ungkap Yon.

Sumber : KONTAN.CO.ID

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only