RI Mau Tiru Singapura? Pajak Tak Beres Dilarang Keluar Negeri

Jika tidak bayar pajak, maka ada layanan pemerintah yang tidak dapat dinikmati oleh para wajib pajak.

Itulah yang sudah terjadi saat ini di beberapa daerah.

Pasalnya, kini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memiliki program Konfirmasi Status Wajib Pajak (KSWP) yang sudah berjalan di beberapa kota/kabupaten.

Salah satu contohnya adalah hak akses data wajib pajak yang diberikan oleh DJP kepada pejabat/pegawai di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu (DPMP2PTSP) Kota/Kabupaten.

Tentunya dengan koordinasi dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat.

Dengan akses tersebut, pejabat/pegawai di DPMP2TSP dapat memeriksa data wajib pajak melalui portal aplikasi berbasis internet yang disediakan oleh DJP.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama menjamin bahwa proses administrasi untuk kelengkapan data di KPP tidak akan memakan waktu lama.

“Ini bekerja secara sistem. Begitu SPT Tahunan disampaikan, data masuk di sistem kita secara langsung dan akan mengupdate aplikasi KSWP,” kata Hestu kepada CNBC Indonesia, Selasa (30/7/2019).

Adapun validitas data wajib pajak yang akan dicek terbagi dua komponen, yakni :
Nama Wajib Pajak dan NPWP sesuai dengan data dalam sistem informasi Ditjen Pajak
Telah menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) dalam dua tahun terakhir yang sudah menjadi kewajiban wajib pajak.
Jika setelah diperiksa, data wajib pajak dinyatakan valid oleh sistem, maka layanan perizinan dapat dilanjutkan. Namun jika statusnya tidak valid, maka wajib pajak harus membereskan urusan perpajakan yang ‘menggantung’ di KPP setempat.

Dengan begitu, untuk mengurus perizinan usaha saat ii wajib pajak harus sudah menyelesaikan seluruh kewajibannya kepada negara. Bila tidak, ya tidak bisa diurus.

Salah satu alasan yang boleh jadi menjadi pendorong pemerintah untuk menerapkan kebijakan tersebut adalah untuk meningkatkan penerimaan pajak. Masyarakat semakin patuh, pembayaran pajak bisa naik.

Maklum saja, dalam prospektus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019, pemerintah memperkirakan ada kekurangan penerimaan pajak (tidak termasuk kepabeanan dan cukai) sebesar Rp 140 triliun.

Mengingat 80% belanja pemerintah saat ini masih dibiayai oleh pajak, maka ancaman tersebut tidak bisa dianggap sepele.

Namun sejatinya, penerapan kebijakan pembatasan akses layanan terhadap wajib pajak bukanlah hal baru. Beberapa negara sudah terlebih dahulu mengambil langkah tegas terhadap para pemangkir pajak.

Praktik Serupa di Berbagai Negara

Contoh paling dekat adalah Singapura.

Berdasarkan situs resmi otoritas pajak Singapura (Inland Revenue Authority of Singapore/IRAS), ada beberapa tindakan yang bisa diambil pemerintah apabila seseorang lalai atas kewajiban pajaknya.

Pada awalnya, wajib pajak yang tidak menyelesaikan kewajibannya dalam waktu satu bulan setelah jatuh tempo akan dikenakan penalti sebesar 5% dari jumlah pajak. Bila terus ditunda, maka akan ada penalti tambahan sebesar 1% setiap bulan.

Jika pajak masih belum dibayarkan, selanjutnya pemerintah Singapura dapat menugaskan agen seperti bank, perusahaan (tempat wajib pajak bekerja), atau pengacara untuk membayar uang pajak kepada IRSA.

Pemerintah Singapura juga dapat memberi Travel Restriction Order (TRO) untuk mencegah wajib pajak keluar dari Singapura.

Disebutkan pula langkah hukum dapat diambil untuk menyelesaikan masalah pajak yang sudah berlarut-larut.

Amerika Serikat (AS)

Di negara maju lain seperti Amerika Serikat (AS), langkah yang bisa diambil pemerintah lebih ‘mengerikan’.

Sebenarnya pada awalnya sama dengan di Indonesia, wajib pajak AS melakukan self assessment dan selanjutnya melaporkan ke kantor pajak setempat.

Akan tetapi, jika ternyata menurut otoritas pajak jumlahnya kurang, maka wajib pajak akan menerima surat tagihan (Bill) dari Internal Revenue Service (IRS). Kekurangan tersebut harus dibayarkan dalam kurun waktu tertentu.

Dalam publikasi ‘The IRS Collection Process’ disebutkan bahwa awalnya pemerintah akan menerbitkan Federal Tax Lien atau hak gadai atas aset-aset wajib pajak seperti rumah dan mobil apabila kekurangan yang tertera dalam tagihan tidak dibayarkan. Tax Lien lebih bersifat surat peringatan yang menyatakan bahwa pemerintah berhak menyita aset bila diperlukan.

Notifikasi Tax Lien juga akan dikirimkan kepada agen kredit di seluruh penjuru negeri sehingga wajib pajak ke depannya akan semakin sulit untuk mengajukan pinjaman seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan kartu kredit.

Bila pajak tidak juga dibayarkan, pemerintah akan menyita aset-aset pribadi milik wajib pajak seperti rumah, mobil, akun bank, akun pensiun, gaji, dan Jaminan Sosial (Social Security). Pemerintah punya hak untuk menjual aset-aset tersebut untuk melunasi kewajiban yang sudah mangkrak. Bahkan, pemerintah dapat langsung masuk ke dalam akun bank dan mengambil uang untuk melunasi pajak (bila ada).

Selain itu karena telah dibekukan, akses Jaminan Sosial juga tidak dapat lagi digunakan. Keuntungan Jaminan Sosial bagi masyarakat AS dapat berbeda-beda, tergantung bentuk subsidi khusus yang diberikan, seperti kesehatan, tunjangan pengangguran, dan lain-lain.

Sumber : CNBC Indonesia

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only