Intip Data Pajak di Negara Lain, RI Mau Bongkar Ekonomi Underground

Pertukaran informasi secara otomatis atau automatic exchange of information (AEoI) menjadi salah satu andalan otoritas pajak dalam memperbaiki kepatuhan wajib pajak (WP). Saat ini Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan terus menambah database atau basis data dari implementasi AEoI.

Direktur Perpajakan Internasional Poltak Maruli John Liberty Hutagaol menjelaskan ada empat faktor yang membuat otoritas pajak bergerak melakukan kolaborasi antar sesama yuridiksi. Salah satunya adalah masih besarnya kegiatan ekonomi yang tidak tercatat atau unreported economy.

“Setiap negara pasti punya underground economy tapi besarannya berbeda-beda. Range-nya itu 1-20% dari PDB masing-masing negara,” katanya dalam paparan Media Gathering Ditjen Pajak di Hotel Dynasty, Bali, Rabu (31/7/2019).

Adanya ekonomi ‘bawah tanah’ ini membuat ekonomi secara keseluruhan terdistorsi dan tumbuh di bawah potensi riil. Padahal, jika aktivitas tersebut terdata dengan baik, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa lebih baik dan mengurangi gejolak bagi stabilitas sistem keuangan.

“Jadi konteksnya terkait kepatuhan. Kalau underground economy nya tinggi, berarti kepatuhannya rendah,” kata pria yang akrab disapa John ini.

Faktor lainnya yang memengaruhi otoritas perpajakan internasional melakukan kolaborasi antarsesama yurisdiksi adalah globalisasi yang terus berkembang. ICT (information, communication, and technology) yang terus berkembang turut memengaruhi model ekonomi yang ada di dunia.

“Bagaimana cara memajaki yang sifatnya universal, sama di semua negara. Problemnya bagaimana mengawasi kepatuhan wajib pajak di era seperti ini. Ini isu yang terjadi di semua negara,” ungkapnya.

Faktor-faktor tadi akhirnya membuat tatanan perpajakan global mengalami transformasi.

“Dampaknya adalah asymetric information mengenai bisnis dari wajib pajak. Oleh karena itu, apa yang dilakukan kita mengedepankan kerja sama dan kolaborasi sesama yuridiksi di dunia,” kata John.

Berdasarkan pengumuman terakhir DJP PENG-05/PJ/2019, tercatat jumlah yurisdiksi partisipan saat ini mencapai 98 negara atau terjadi peningkatan dibandingkan dengan tahun lalu yang hanya 65 negara. Sementara itu, untuk negara tujuan pelaporan tahun ini sebanyak 82 negara juga jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu yang hanya 54 negara.

“Supaya transaksi lintas negara jadi terang benderang. Misalnya berapa nilai transaksi ekspor-impor, lambat laun sudah bisa diatasi dengan melakukan pertukaran informasi,” ungkapnya.

Sumber: detik.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only