Defisit Anggaran Akhir Tahun bisa lebih bengkak

JAKARTA. Anggaran pendapatan dan belanja negara(apbn) 2019 masih beresiko. Ini karena defisit anggaran, berpotensi membengkak dari perkiraan (outlook) yang disepakati pemerintah dan dewan perwakilan rakyat beberapa waktu lalu.

Penyebabnya, penerimaan pajak masih lesu. Direktur Jenderal (Dirjen) pajak kementerian keuangan (kemkeu) Robert pakpahan belum lama ini mengatakan, bahwa realisasi penerimaan hingga akhir juli 2019 masih mencatatkan pertumbuhan.

Hanya saja, “pertumbuhannya sedikit melambat dibanding juni,”kata robert pekan lalu. Hingga akhir Juni 2019, realisasi penerimaan pajak hanya tumbuh 3,75% year on year (yoy). Menurutnya, perlambatan itu masih disebabkan oleh percepatan restitusi.

Walaupun robert menegaskan bahwa outlook penerimaan pajak hingga akhir tahun masih sama dengan yang di sampaikan pemerintah ke DPR, yaitu RP 1.437,53 trilliun dari target RP 1.577,56 trilliun. Sehingga, perkiraan shortfall penerimaan pajak masih sama,yaitu RP 140,03 trilliun.

Di sisi lain, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) tampaknya juga belum sepenuhnya membaik. Salah satunya lantaran kenaikan harga minyak mentah belum signifikan. Rata-rata harga minyak mentah Indonesia (ICP) Juli lalu sebesar US$ 61,32 per barel.

Sementara,realisasi belanja negara diperkirakan masih tinggi. Apalagi,memasuki semester kedua, pemerintah biasanya mulai jor-joran mebelanjakan anggaran.

Sebab itu,potensi pembengkakan kembali defisit anggaran dari perkiraan sebesar 1,93% dari produk domestik bruto (PDB),sangat besar. Adapun target defisit dalam APBN 2019 sebesar 1,84% dari PDB.

Ekonom Senior Institute for development of economics and finance (indef) enny sri hartari memperkirakan, pertumbuhan ekonomi tahun ini akan meleset jau dari target APBN sebesar 5,3%. Ia memperkirakan ekonomi sampai akhir tahun hanya akan tumbuh 5% dan akan semakin menambah shortfall penerimaan negara.

Akibatnya defisit anggaran berpotensi melebar. Enny khawatir pemerintah bakal mengendalikan kenaikan defisit anggaran dengan cara mengerem belanja modal.

Karena biasanya membatasi belanja modal itu lebih mudah daripada mengurangi belanja pegawai dan belanja barang. Alhasil, kualitas belanja yang produktuf bisa jadi menurun dan stimulus fiskal menjadi tidak maksimal,”kata enny kepada KONTAN, kamis (8/8).

Ekonom center of reform on economics (core) indonesia yusuf rendy manilet memprediksi,defisit APBN 2019 sekitar 2%-2,1% dari PDB, lebih lebar lagi dari prognosis pemerintah. Penyebabnya,shortfall penerimaan pajak yang lebih besar.

Hal itu lanjut yusuf, karena pertumbuhan sektor manufaktur yang makin melambat dan beberapa asumsi makro yang meleset. Terutama, ICP dan nilai tukar rupiah.

Adapun realisasi penerimaan negara, diprediksi hanya sekitar RP 1960 trilliun- 1970 trilliun Sementara,realiasi belanja negara diperkirakan sekitar rp 2.228 triliun RP 2.313 triliun.

Sumber: Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only