DJP: Aspek Moralitas Jadi Sasaran Utama Inklusi Pajak

“Inklusi pajak ini merupakan isu menantang karena tax ratio yang sangat rendah dari seharusnya dan membangun komunitas sadar pajak merupakan yang paling penting,” katanya dalam Lokakarya Inklusi Pajak Asosiasi Tax Center Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia (ATPETSI) di Manara DDTC, Kamis (8/8/2019).

John memaparkan program inklusi pajak sudah terbukti sebagai salah satu instrumen untuk meningkatan kepatuhan sukarela wajib pajak. Salah satu negara yang pernah membuktikan adalah Jepang. Jepang memperkenalkan inklusi pajak melalui komik bagi anak usia dini.

Oleh karena itu, contoh sukses di negara lain tersebut menjadi rujukan DJP dalam menyusun program serupa di Indonesia. Saat ini, inklusi pajak secara efektif baru diberlakukan untuk peserta didik di level perguruan tinggi. Sementara itu, peserta didik dasar dan menengah masih mengandalkan program pajak bertutur yang belum masuk kurikulum sekolah secara nasional.

“DJP terus bangun model dan konsep pemikiran bagaimana inklusi pajak bisa menciptakan kepatuhan sukarela dengan dukungan sistem pajak yang kredibel dan administrasi yang modern. Strategi inklusi ini kita sentuh mulai usia dini melalui cerita dimana masuk nilai-nilai pajak,” paparnya.

Dengan demikian, tujuan sesungguhnya dari inklusi pajak ini adalah menanamkan nilai pajak dalam karakter peserta didik. Pendekatan jangka panjang ini diharapkan mampu memberikan dampak realisasi penerimaan yang berkelanjutan.

Tax ratio sebesar 12,5%, menurut John, sebagai angka moderat untuk menjamin tersedianya pembiayaan pembangaun nasional secara berkelanjutan. Target tersebut dapat dicapai dengan program inklusi pajak secara sistematis dan berlaku untuk seluruh peserta didik di Indonesia.

“Inklusi pajak di dunia kampus sasaran utamanya adalah aspek moralitas. Karena regulasi sebaik apapun akan kesulitan hadapi aggressive tax planning kalau tidak ada kesadaran yang dibangun sejak dini,” imbuhnya. (kaw)

“Inklusi pajak ini merupakan isu menantang karena tax ratio yang sangat rendah dari seharusnya dan membangun komunitas sadar pajak merupakan yang paling penting,” katanya dalam Lokakarya Inklusi Pajak Asosiasi Tax Center Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia (ATPETSI) di Manara DDTC, Kamis (8/8/2019).

John memaparkan program inklusi pajak sudah terbukti sebagai salah satu instrumen untuk meningkatan kepatuhan sukarela wajib pajak. Salah satu negara yang pernah membuktikan adalah Jepang. Jepang memperkenalkan inklusi pajak melalui komik bagi anak usia dini.

Oleh karena itu, contoh sukses di negara lain tersebut menjadi rujukan DJP dalam menyusun program serupa di Indonesia. Saat ini, inklusi pajak secara efektif baru diberlakukan untuk peserta didik di level perguruan tinggi. Sementara itu, peserta didik dasar dan menengah masih mengandalkan program pajak bertutur yang belum masuk kurikulum sekolah secara nasional.

“DJP terus bangun model dan konsep pemikiran bagaimana inklusi pajak bisa menciptakan kepatuhan sukarela dengan dukungan sistem pajak yang kredibel dan administrasi yang modern. Strategi inklusi ini kita sentuh mulai usia dini melalui cerita dimana masuk nilai-nilai pajak,” paparnya.

Dengan demikian, tujuan sesungguhnya dari inklusi pajak ini adalah menanamkan nilai pajak dalam karakter peserta didik. Pendekatan jangka panjang ini diharapkan mampu memberikan dampak realisasi penerimaan yang berkelanjutan.

Tax ratio sebesar 12,5%, menurut John, sebagai angka moderat untuk menjamin tersedianya pembiayaan pembangaun nasional secara berkelanjutan. Target tersebut dapat dicapai dengan program inklusi pajak secara sistematis dan berlaku untuk seluruh peserta didik di Indonesia.

“Inklusi pajak di dunia kampus sasaran utamanya adalah aspek moralitas. Karena regulasi sebaik apapun akan kesulitan hadapi aggressive tax planning kalau tidak ada kesadaran yang dibangun sejak dini,” imbuhnya.

Sumber : ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only