Takut Disanksi, Minta Diampuni Lagi

Kabar yang berhembus dari acara Kadin Talks, Jumat. (2/8) siang itu membuat sejuk telinga para pelaku usaha. Saat bincang santai dengan para pengusaha tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani membuka peluang untuk kembali menyelenggarakan tax amnesty (TA) atau pengampunan pajak jilid II, setelah menerapkan kebijakan itu pada Juli 2016 hingga Desember 2017.

“Lho, di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin semuanya mungkin. Jika itu yang terbaik kita lihat nanti,” katanya, disambut senyum para pengusaha yang tergabung dalam Kadin.

Hal itu disampaikan Menkeu saat menanggapi pertanyaan Ketua Umum (Ketum) Kamar Dagang Industri (Kadin), Rosan Roeslani saat pemandu acara Kadin Talks. “Maaf bu, mungkin enggak, ada tax amnesty lagi? Karena kan di negara lain ada yang dua sampai tiga kali,” tanya Rosan.

Sebagai Ketemu Kadin, Rosan mengaku kerap mendengar masukan dan aspirasi dari para pengusaha terkait TA. Menurutnya, banyak pengusaha yang menyesal tidak ikut dalam gelaran TA jilid I. “Atas dasar itu, banyak yang berkeinginan adanya program TA kedua, kalau misalnya ada akan banyak juga yang berpartisipasi,” ujarnya.

Menurut Sri Mulyani, persiapan yang matang sangat diperlukan mengingat partisipasi dalam program TA pertama sangat rendah, yaitu hanya sekitar 1 juta wajib pajak (WP), sangat jauh dari target pemerintah sebanyak 2 juta WP sehingga pemasukan negara tidak banyak.

Ia Bun maklum atas kondisi tersebut. Menurutnya, saat itu masyarakat belum terlalu memahami apa itu TA Dan menganggap enteng konsekuensi jika tidak mengambil kesempatan diampuni “dosa” pajaknya. “Waktu itu masyarakat belum terlalu yakin dan berfikir tidak akan di apa-apain kalau tidak ikut”,” ungkapnya.

Dari sisi pemerintah sendiri, Sri Mulyani mengakui masih ada beberapa kelemahan dalam TA tahap I. Antara lain masih minim persiapan, dalam hal data yang tidak lengkap beserta belum ada sistem keterbukaan dan pertukaran informasi. “Dulu saya belum tahu persis data-data mereka (WP), kalau sekarang sudah ada automatic exchange of information (AEoI),” katanya.

Nah, dengan masuknya era keterbukaan dan pertukaran informasi yang bekerja sama dengan sekitar 90 negara saat ini pemerintah bisa dengan mudah melacak aset yang dimiliki oleh WP.

“Sudah ada akses informasi jadi semua lembaga sudah melaporkan tax ke kami, insurance juga lapor. Artinya sekarang kebutuhan itu sudah terjadi sehingga muncul aspirasi ingin tax amnesty lagi,” katanya.

Namun demikian, pemerintah tidak serta merta menerapkan TA II tanpa gajian terlebih dahulu. Salah satu pertimbangannya jangan sampai kebijakan ini justru menunjukkan kesan kalau pemerintah lemah dalam penegakan hukum perpajakan.

Sebab, penting juga bagi pemerintah untuk menunjukkan kata gagasan terhadap para wajib pajak terutama dalam memberikan pengampunan. “Kalau kita memberikan amnesty, lalu tidak lama kemudian kita berikan lagi, akan muncul pertanyaan : Bagaimana kita tahu kalau nanti memang tidak akan ada lagi amnesti?” ujarnya.

Artinya, pemerintah tetap harus menunjukkan ketegasan dalam mengadakan pengampunan dan mampu memastikan bahwa pengampunan pajak itu tidak akan terulang lagi.

Terlebih dengan kesepakatan AEoI, sejatinya akan sulit bagi wajib pajak untuk menghindar dan mengelak dari pajak (tax avoidance dan tax evasion) ke depan.

Sementara, pertimbangan digelarnya kembali pengampunan pajak jilid II adalah sebagai upaya menggenjot pembangunan di Indonesia. “Karena kan pajak yang diambil itu untuk spend lagi buat ekonomi keluarga miskin, infrastruktur dan sebagainya,” ujar Menteri Keuangan.

Menurutnya, jika Indonesia mampu melakukan pembangunan yang lebih baik dalam berbagai aspek juga akan menarik banyak investor. “Kalau semua baik pasti ekonomi kita tumbuh,” kata Menkeu lagi.

Hestu Yoga Saksama, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak, menurutkan, usulan Kadin tersebut masih terus dipelajari dan dikaji dari berbagai aspek.

Selain kajian internal, pemerintah juga terus mencermati pro dan kontra yang terjadi di masyarakat atas usulan akan kembali pengampunan pajak tersebut. Hestu mengakui usulan tersebut bakal jadi polemik. “Maka itu kami sangat berhati-hati dalam membahas masalah ini,” ujarnya.

Menurut Hestu, berbagai perbedaan pendapat akan dipertimbangkan oleh pemerintah dalam membahas rencana TA II. “Termasuk usulan pengusaha itu, semua kami pertimbangkan,” ujarnya. Salah satunya terkait usulan Kadin supaya jangka waktu pelaksanaan TA II tidak perlu lama seperti periode pertama. Menurut Kadin, waktunya bisa singkat karena pengusaha sudah memahami apa itu pengampunan pajak sehingga tak perlu sosialisasi.

Menurut Hestu, lantaran banyak hal yang harus dipertimbangkan pemerintah maka sebaiknya masyarakat menunggu dulu kelanjutan TA tersebut. “Jadi semua pihak harus menunggu dulu,” ujarnya.

Sebelumnya, pemerintah telah memberlakukan TA pada Juli 2016-Maret 2017. Program ini menghasilkan deklarasi harta dalam negeri hingga Rp 3.676 triliun dan deklarasi harta luar negeri hingga mencapai Rp 1.031 triliun. Adapun harta yang dibawa pulang ke Indonesia (repatriasi) mencapai Rp 147 triliun.

Sementara jumlah uang tebusan mencapai Rp 114 triliun, pembayaran tunggakan Rp 18,6 Trilliun, dan pembayaran bukti penerimaan rp 1,75 trilliun. Perlu diketahui, pemerintah membuat sejumlah target, meliputi dana deklarasi dalam dan luar negeri RP 4000 trilliun, dana repatriasi rp 1000 trilliun, dan uang tebusan rp 165 trilliun.

Kepala biro komunikasi dan layanan informasi kementerian keuangan (kemkeu) nufransa wira sakti mengatakan peluang digelarnya kembali TA sangat kecil. Mnurut nufransa, pemerintah lebih mengedepankan upaya memperkuat database perpajakan guna meningkatkan kepatuhan WP.

Selain melalui program AeoI, pemerintah juga telah memiliki akses ke semua lembaga keuangan di dalam negeri. “upaya itu yang lebih kami ke depankan, kalau tax amnesty lagi takutnya nanti pengusaha tidak jera-jera,”ujarnya.

Wakil ketua umum kadin bidang hubungan internasional, shinta kamdani mengatakan, usulan digelarnya kembali pemgampunan pajak, lantaran banyak pengusaha yang belum ikut TA dan masih menaruh minat atas program pemngampunan pajak tersebut

Menurut shinta, ada beberapa penyebab pengusaha belum ikut TA. Antara lain banyak pengusaha saat itu kurang memahami TA, sehingga masih ragu-ragu dan tidak percaya pada program tersebut “bahkan ada juga kecenderungan bahwa pemerintah tidak akan menemukan hartanya di luar negeri” Nah, berbeda dengan era keterbukaan informasi perpajakan yang ditandai dengan hadirnya AeoI saat ini. Pengusaha yang menyimpan harta mereka di luar negeri kini mulai was-was, karena harta yang belum mereka laporkan bisa terendus pemerintah.

Bila sampai ketahuan, sanksi yang menanti cukup berat. Sesuai UU tax amnesty, mereka akan dikenai sanksi administrasi perpajakan berupa kenaikan sebesar 200% dari pajak penghasilan (pph) yang tidak atau kurang dibayar. Sanksi yang tercantum dalam pasal 18 undang-undang nomor 11 tahun 2016 tentang pengampunan pajak ini terkait dengan harta yang belum dideklarasikan pada saat program TA.

Kondisi itulah yang mendorong banyak pengusaha meminta pemerintah kembali menggelar pengampunan pajak. Shintar mengakui, banyak manfaat TA buat pengusaha. Selain terhindar sanksi “uang tebusan TA leih rendah daripada pembayaran pajak, secara normal,”ungkapnya.

Maka wajar, kata shinta, mereka yang belum ikut atau ikut tapi belum sepenuhnya decleare masih ada keinginan TA digelar kembali. Namun demikian, ia belum bisa memastikan berapa banyak jumlah WP yang akan ikut pengampunan pajak bila TA II kembali digelar.

Yang jelas, shinta mengakui sampai kini masih banyak pengusaha menyimpan hartanya di luar negeri Namun, motivasi pengusaha menempatkan harta diluar negeri tidak semata untuk menghindar membayar pajak. Tapi juga untuk mendukung usaha mereka di luar negeri dan juga diversifikasi portofolio, “ujarnya.

Dukungan agar pengampunan pajak kembali digelar juga datang dari ade sudrajat, ketua asosiasi pertekstilan indonesia (API). Menurut Ade, banyak pengusaha tekstil yang kemarin sempat ikut TA, tapi belum sepenuhnya mendeklarasikan hartanya.

Namum, ia membantah harta yang belum semua dilaporkan itu karena faktor kesengajaan. Soalnya kata ade sesuai ketentuan jika ikut TA maka harta dan pembukuan dari tahun 1985 hingga 2015 saja yang akan di ampuni pemerintah. Sementara sosialisasi TA baru dilakukan sekitar bulan Juni 2016.

Nah, banyak pengusaha yang terlanjur melakukan pola-pola lama dalam pelaporan pajak di 2016 itu. “kekacauan pembukuan yang terlanjur dilakukan itu tidak turut masuk program tax amnesty karena hanya berlaku sampai 2015, dan itu kan sanksi dendanya besar sekali, “ kilah ade. Di era keterbukaan pajak, pelanggaran ini akan muncul terus dalam database otoritas perpajakan.

Namun apapun dalihnya wacana TA jilid II mendapat penolakan dari sejumlah kalangan.

Pengamat perpajakan dari center for indonesia taxation analysis (cita) yustinus prastowo bilang, bila pengampunan pajak jilid II sampai direalisasikan,itu sinyak bahwa pemerintah telah disetir oleh kepentingan tertentu. Hal ini juga melukai rasa keadilan bagi yang sudah ikut tax amnesty dengan jujur dan patuh , “ tuturnya.

Ia menjelaskan kewibawaan negara semestinya harus melampaui urusan-urusan partikular yang sifatnya sunjektif dan oportunistik, Sebab itu pihaknya menolak tegas wacana TA II untuk kepentingan apapun.

Menurutnya,pengampunan pajak yng diberikan 2016-2017 sudah menunjukkan kebaikan hati pemerintah untuk menunda penegakan hukum dan seharusnya dimanfaatkan dengan maksimal oleh wajib pajak apalagi telah diiringi kebijakan insentif pajak yang cukup signifikan dan kelonggaran penegakan hukum “ujar prastowo”.

Maka pemerintah sebaiknya fokus saja pada penyempurnaan regulasi perpajakan dengan lebih kredibel dan akuntabel, penerimaan pajak negara bisa dioptimalkan sehingga berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi kedepan “ketimbang terus berkrompomi dengan pihak yang sejak awal tak punya niat untuk patuh dan terbiasa menjadi penumpang gelap republik ini “terang yustinus lagi.

Sumber: Tabloid kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only