JAKARTA — Pemerintah merelaksasi mekanisme pemotongan dan pembayaran pajak penghasilan (PPh) atas pengalihan lain kontraktor berupa uplift atau imbalan lain yang sejenis atau pengalihan kontraktor dari pengalihan participating interest (saham partisipasi)
Rencananya, dalam perubahan mekanisme tersebut pemerintah akan menghapus ketentuan pengenaan branch profit tax (BPT) yang sebelumnya dikenakan sebesar 20%.
Direktur Peraturan Perpajakan II Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Yunirwansyah menjelaskan, selama ini, jika pemilik participating interest adalah orang asing, maka atas laba dari partisipasi tersebut dikenakan pajak penghasilan final sebesar 7%.
Jika sisanya setelah dikenakan pajak 7% tersebut dibawa ke luar negeri, maka akan dikenakan branch profit tax sebesar 20%. Ketentuan inilah yang akan direlaksasi oleh Kementerian Keuangan.
“Mereka kena 20% BPT-nya, dalam PMK ini yang 20% itu tidak ada lagi,” kata Yunirwanyah kepada Bisnis, belum lama ini.
Adapun, mekanisme mengenai pemotongan dan pembayaran pajak penghasilan (PPh) atas pengalihan lain kontraktor berupa uplift atau imbalan lain yang sejenis atau pengalihan kontraktor dari pengalihan participating interest sebelumnya diatur dalam PMK 257/PMK.11/2011.
Dalam beleid tersebut disebutkan, atas penghasilan lain kontraktor di luar kontrak kerja sama berupa uplift atau imbalan lain yang sejenis dikenakan PPh yang bersifat fi nal dengan tarif sebesar 20% dari jumlah bruto.
Sementara itu, atas penghasilan lain kontraktor di luar kontrak kerja sama berupa pengalihan participating interest dikenai PPh sebesar 5% untuk pengalihan participating interest selama masa eksplorasi dan 7% dari jumlah bruto, untuk pengalihan selama masa eksploitasi.
Uplift sering didefi nisikan sebagai imbalan yang diterima oleh kontraktor sehubungan dengan penyediaan dana talangan untuk pembiayaan operasi kontrak bagi hasil yang seharusnya merupakan kewajiban partisipasi kontraktor lain, yang ada dalam satu kontrak kerja sama, dan dalam pembiayaan.
Sedangkan participating interest adalah hak dan kewajiban sebagai kontraktor kontrak kerja sama, baik secara langsung maupun tidak langsung, pada suatu wilayah kerja. “Jadi yang kita hapus tidak ada kena lagi yang 20%,” tegasnya.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menanggapi rencana relaksasi pemotongan dan pembayaran PPh tersebut. Menurutnya, rencana pemerintah itu akan menarik investasi di hulu migas.
“ Iya ini positif. Relaksasi di sektor hulu migas,” kata Prastowo saat dihubungi.
Meski positif, Prastowo menganggap hal ini belum cukup karena masih ada beberapa pekerjaan rumah. Salah satunya masuknya tax holiday dalam cakupan tersebut.
Hanya saja hal ini terkendala status bentuk usaha tetap (BUT). “Lalu pengaturan pajak tidak langsung [PPN terutama] di PMK turunan peraturan pemerintah,” imbuhnya.
PEMAJAKAN BERGANDA
Prastowo juga menjelaskan bahwa pengenaan BPT sebesar 20% memang berpotensi double taxation atau pemajakan berganda. Apalagi di tax treaty ada yang mengatur mengenai tarif khusus sesuai tax treaty . “Saya kira pertimbangan revenue juga ya. BPT 20% itu memang berpotensi double tax juga,” jelasnya.
Adapun pembahasan aturan tersebut sebenarnya telah lama di bahas di otoritas fi skal. Proses ini tengah dievaluasi di Ditjen Pajak terkait dengan pajak final atas pengalihan participating interest (mengacu ke Pasal 27 PP 27/2017) yang rencananya dimasukkan juga ke dalam PMK tersebut.
Adapun diskusi mengenai keekonomian proyek telah selesai dan disepakati bahwa Menteri Keuangan akan memberikan fasilitas pembebasan pajak tidak langsung sesuai dengan rekomendasi hasil keekonomian yang akan disampaikan oleh Menteri ESDM kepada Menteri Keuangan.
Berdasarkan informasi yang diterima, hal ini sudah dituntaskan. Namun karena adanya isu terkait pajak pengalihan participating interest akhinya membuat penyelesaian PMK menjadi tertunda sampai saat ini.
Sumber : Harian Bisnis Indonesia
Leave a Reply