Pengusaha Minta Tax Amnesty Jilid II, Perlukah?

Jakarta – Belum lama ini pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia berharap pemerintah kembali menggelar pengampunan pajak atau tax amnesty. Wacana itu terlontar dari mulut Ketua Umum Kadin Rosan Roeslani saat menjadi pembawa acara Kadin Talk, dan narasumbernya adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Pengampunan pajak pernah dilakukan pada Juli 2016 hingga 31 Maret 2017. Hal itu tentu menjadi momen bagi seluruh wajib pajak (WP) untuk melaporkan seluruh hartanya. Lalu, apakah perlu dilaksanakan kembali tax amnesty jilid II?

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai, pelaksanaan tax amnesty jilid II tidak perlu direalisasikan oleh pemerintah.

“Hal ini jelas sangat tidak baik bagi masa depan bangsa Indonesia dan sistem perpajakan kita,” kata Prastowo saat dihubungi detikFinance, Selasa (13/8/2019).

Pelaksanaan pengampunan pajak pada 2016-2017 dinilai sebagai momen yang seharusnya bisa dimanfaatkan maksimal oleh seluruh WP khususnya pengusaha nasional.

Apalagi, pada saat pelaksanaannya pemerintah memberikan beragam fasilitas tarif yang begitu murah untuk WP yang melaporkan hartanya. Skema yang ditawarkan, yaitu tarif sangat rendah, tidak ada kewajiban repatriasi, jangka waktu menahan harta di Indonesia hanya tiga tahun, dan mendapatkan pengampunan pajak tahun 2015 dan sebelumnya. Apalagi telah diiringi dengan kebijakan insentif pajak yang cukup signifikan dan kelonggaran penegakan hukum.

Oleh karena itu, dirinya menilai pemberian tax amnesty jilid II merupakan sinyal buruk. Pasalnya, pemerintah bisa diatur oleh sekelompok kepentingan.

“Hal ini juga akan melukai rasa keadilan bagi yang sudah ikut tax amnesty dengan jujur, bagi yang selama ini sudah patuh, dan akan jadi preseden buruk karena menciptakan efek psikologi,” jelasnya.

Kendati demikian, Prastowo berharap pemerintah tegas dan fokus terhadap program reformasi perpajakan dan menyempurnakan regulasi, memperbaiki administrasi, meningkatkan pelayanan, dan konsisten melakukan pengawasan kepatuhan.

“Ketimbang terus berkompromi dengan kelompok dan pihak yang memang sejak awal tidak punya niat untuk patuh dan terbiasa menjadi penumpang gelap republik,” ungkap dia.

Sumber : detik.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only