Sederet Insentif Pajak Pemerintah di 2020

Jakarta: Menteri Keuangan (menkeu) Sri Mulyani Indrawati berkali-kali mengatakan pajak bukan hanya instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan pundi-pundi negara, namun juga untuk mendukung investasi dan daya saing ekonomi.

Di tengah kondisi ketidakpastian ekonomi global, pemerintah telah menyiapkan sederet insentif perpajakan yang bertujuan membuat dunia usaha tetap bergairah. Pemerintah menyebutnya dengan kebijakan belanja perpajakan atau tax expenditure.

Mengutip data Kementerian Keuangan Minggu, 18 Agustus 2019, ragam insentif yang diberikan mulai dari relaksasi pajak penghasilan (PPh), pajak penambahan nilai (PPN) serta fasilitas kepabeanan dan cukai. Untuk PPh, setidaknya ada empat jenis pelonggaran yang diberikan, di antaranya super deduction. Insentif ini diberikan bagi kegiatan vokasi dan penelitian serta pengembangan (litbang).

Direktur Peraturan Perpajakan II Direktorat Jenderal Pajak Yunirwansyah mengatakan fasilitas fiskal ini perlu diberikan untuk mendorong pengembangan pendidikan dan penelitian yang pada akhirnya bisa meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia.

“Pemerintah menilai perlu diberikan insentif ini sebagai stimulus bagi pengusaha supaya bisa menciptakan lapangan pekerjaan dan menciptakan tenaga kerja yang berkualitas,” kata Yunirwansyah.

Kemudian mini tax holiday untuk investasi sampai dengan Rp500 miliar, investment allowance untuk industri pada karya serta PPh ditanggung pemerintah (DTP) antara lain untuk sektor panas bumi, PPh syarat berharga negara (SBN) valas dan penghapusan piutang Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) 2020.

Selain itu, penghapusan PPN impor dan penyerahan barang strategis seperti mesin dan peralatan pabrik, serta pembebasan PPN atas impor dan penyerahan jasa dan alat angkut tertentu antara lain kapal laut, pesawat udara dan kereta api.

Untuk fasilitas kepabeaan dan cukai di antaranya kawasan berikat, gudang berikat, kemudahan impor tujuan ekspor dan kawasan ekonomi khusus, serta bea masuk ditanggung pemerintah (BMDTP) untuk industri tertentu.

“ini adalah fasilitas fiskal yang enggak keluar dalam bentuk APBN (uang) namun dia akan mendorong investasi,” tegas Sri Mulyani.

Kebijakan tax expenditure ini akan berpengaruh pada berkurangnya penerimaan perpajakan. Dalam tiga tahun 2016, 2017 hingga 2018, estimasi tax expenditure makin meningkat masing-masing sebesar Rp192,6 triliun atau 1,55 persen dari produk domestik bruto (PDB), Rp196,8 triliun atau 1,45 persen dari PDB dan Rp221,1 triliun atau 1,49 persen dari PDB. Adanya tax expenditure tersebut diharapkan mampu memberikan multiplier effect bagi perekonomian nasional.

Sumber : www.medcom.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only