Misbakhun Kritisi Rencana Pemangkasan Pajak Penghasilan Korporasi

Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencermati penyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati yang menjanjikan penurunan tarif pajak melalui rancangan undang-undang (RUU) baru di sektor perpajakan.

Misbakhun mengatakan, selama dua hari ini pemberitaan di media diramaikan pernyataan Sri Mulyani soal rencana pemerintah memangkas pajak penghasilan (PPh) korporasi dari 25 persen menjadi 20 persen, merevisi pajak pertambahan nilai (PPN), mengubah PPH pribadi dari rezim world wide menjadi teritorial domestik, serta menghapuskan pajak dividen.

Menurut Misbakhun, hal-hal yang disampaikan Menkeu tersebut patut dipertanyakan karena sebenarnya sudah menjadi ide besar Presiden Jokowi dalam melakukan reformasi perpajakan.

“Itu semua seharusnya sudah masuk dalam Nawacita pertama. Yang jadi pertanyaan saya, kenapa program-program tersebut baru mau dilaksanakan pada periode kedua kepemimpinan Pak Jokowi? Kenapa itu semua baru dibicarakan serius dan sungguh-sungguh oleh Bu Sri Mulyani pada akhir masa jabatan Kabinet Kerja saat ini?” ujar Misbakhun di Jakarta, Rabu (4/9).

Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan itu menambahkan, seharusnya Sri Mulyani sejak awal menjabat sebagai Menkeu bisa memahami pemikiran dan ide Presiden Jokowi dalam mereformasi perpajakan. Alih-alih mengusulkan RUU untuk mereformasi perpajakan, kata Misbakhun, justru Sri Mulyani memasukkan RUU Bea Meterai ke DPR.

“Sampai saat ini di DPR yang ada adalah RUU Ketentuan Umum Perpajakan, itu pun belum dibahas bersama pemerintah. Bu Sri Mulyani malah memasukkan RUU Bea Meterai dan sedang dibahas di Komisi XI DPR,” sebut Misbakhun.

Misbakhun merasa perlu mengklarifikasi soal itu. Sebab, faktanya belum ada surat dari pemerintah ke DPR mengenai hal-hal terkait relaksasi pajak sebagaimana yang disampaikan Menkeu.

“Jangan sampai kesannya Pak Jokowi belum menjalankan ide dan gagasannya pada periode pertama. Pak Jokowi sudah sejak periode pertama menurunkan tarif pajak, tetapi ada menjadi kegagalan menteri keuangan memahami keinginan presiden untuk menurunkan tarif pajak,” kata Misbakhun.

Karena itu Misbakhun makin heran lantaran ide penurunan tarif PPh yang menjadi gagasan Presiden Jokowi pada periode pertama kepresidenannya baru mau dilaksanakan Menkeu pada pemerintahan 2019-2024.

“Bu Sri Mulyani sudah tidak perform pada periode pertama pemerintahan Pak Jokowi, kok masih kepingin dipakai pada periode kedua. Bapak Presiden harus hati-hati, karena selama ini yang menjadi ide-idenya tidak dilaksanakan dengan baik oleh menteri keuangan,” pungkas Misbakhun.

Sebelumnya, Menkeu Sri Mulyani mengatakan pemerintah berencana menurunkan Pajak Penghasilan (PPh) Badan. Ketentuan tersebut nantinya tercantum dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan.

“Menyangkut pengaturan tarif PPh, dalam RUU akan menyangkut 3 UU yang terevisi, PPh, PPN, dan KUP (Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan). Di bidang PPh, substansi terpenting adalah penurunan tarif PPh Badan. “Seperti yang sudah disampaikan, sekarang 25 persen, turun secara bertahap ke 20 persen,” jelas Sri Mulyani di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (3/9).

Sri Mulyani menambahkan, pemerintah telah mempertimbangkan dampak yang muncul dari penurunan PPh badan. Dia memastikan penurunan PPh badan tak akan mengurangi pemasukan pajak ke APBN dan sebaliknya badan justru akan menciptakan iklim investasi yang kompetitif.

“Perusahaan go public penurunan 3 persen di bawahnya. Artinya bisa 17 persen, sama dengan PPh di Singapura, terutama go public baru yang baru mau masuk ke bursa,” ujarnya.

Sumber : Merdeka.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only