JAKARTA. Pemerintah menyiapkan beragam insentif bagi eksportir produk kayu dan rotan serta mebel. Langkah ini untuk mendorong ekspor produk furnitur yang belakangan dalam tren melemah. Padahal, Bank Dunia menilai ekspor furnitur Indonesia mempunyai potensi yang besar di tengah perang dagang Amerika Serikat (AS)-China.
Perang dagang menyebabkan China meninggalkan pasar furnitur di AS yang selama ini mereka kuasai. Namun, sejauh ini Indonesia belum bisa optimal memanfaatkan pasar Amerika Serikat. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor kayu dan produk kayu pada Januari-Juli 2019 hanya US$ 2,21 miliar, turun 13,47% dibandingkan dengan periode sama 2018. Padahal, 2018 ekspor komoditas non migas ini mampu tumbuh 10,7% year on year (yoy).
Presiden bilang dari informasi yang ia terima, dari pasar furnitur yang dulunya menjadi pangsa produk furnitur China, kini ditinggalkan karena ada perang dagang. “Inilah yang jadi kesempatan kita,” ujar Jokowi saat membuka rapat terbatas tentang ekspor furniture di Istana Merdeka, Selasa (10/9). Jokowi berharap menteri terkait tidak berlama-lama membuat insentif bagi ekspor furnitur agar Indonesia tidak kehilangan kesempatan.
Seusai rapat, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan, akan memangkas pajak penambahan nilai (PPN) untuk produk kayu log. Saat ini log kayu log masih dikenai PPN 10%. “Tadi Menteri Perindustrian bilang sedang dibahas dengan Menteri Keuangan untuk menolkan (tarif PPN-nya) ,” kata Darmin.
Pemerintah juga akan membahas mengenai Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK) yang dianggap memberatkan industri. Yang berlaku saat ini, ekspor produk kayu dari Indonesia, ke seluruh negara diwajibkan menggunakan SVLK. Padahal tidak seluruh negara mewajibkan adanya SVLK untuk produk kayu yang diimpor.
Negara yang mensyaratkan SVLK antara lain hanya Uni Eropa (UE), Kanada, Australia, dan Inggris. Persyaratan tersebut menurunkan daya saing produk kayu karena biaya untuk mendapatkan SVLK tinggi. “Mahal biayanya, mengurus SVLK kira-kira Rp 20 juta sampai Rp 30 juta,” terang Darmin.
Darmin mengaku pemerintah memahami keberatan dari pelaku usaha tersebut. Nantinya pemerintah akan melakukan peninjauan terhadap Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) tersebut.
Mengenai ekspor rotan juga menjadi keluhan yang ditampung pemerintah. Pasalnya ada aturan larangan ekspor rotan mentah yang dibuat oleh pemerintah. Sementara dari 32 jenis rotan yang ada di Indonesia tidak semuanya dapat diserap industri dalam negeri.
Sekjen Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIKMI) Abdul Sobur mendukung upaya pemerintah ini. Terutama mengenai penghapusan kewajiban SVLK, perlu dilakukan, karena membebani pengusaha. “Langkah yang bagus, memberi angin segar bagi kami pelaku ekspor mebel dan kerajinan nasional agar bisa tumbuh signifikan,” jelas Abdul.
Namun Abdul menyarankan agar semua pihak aktif meningkatkan daya saing. Pengusaha juga melakukan efisiensi untuk memperbaiki daya saing produk furnitur di pasar global. Pemerintah juga harus memastikan kelancaran pasokan bahan baku bagi pengusaha mebel dan kerajinan kayu demi mereduksi biaya produksi.
Sumber : Harian Kontan
Leave a Reply