Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) usulkan penyederhanaan aturan perpajakan

JAKARTA. Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) bertemu Presiden Republik Indonesia Joko Widodo pada Senin (16/9). Pertemuan tersebut bertujuan meningkatkan daya saing tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia sehingga terjadi peningkatan ekspor dan penurunan impor.

API mengusulkan beberapa hal terkait aturan dan/regulasi yang dapat memperkuat fundamental industri TPT.  Salah satu usulan yang diajukan adalah penyerdehanaan aturan perpajakan.

“API meminta agar Pajak Penambahan Nilai (PPN) hanya dipungut pada produk akhir, sehingga untuk penyerahan barang dan jasa dari hulu sampai hilir tidak perlu dikenakan PPN,” ungkap Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat Usman dalam keterangan resminya, Senin (16/9) lalu.

Menurut Ade, efisiensi keuangan diperlukan untuk perusahaan mengingat biaya keuangan di Indonesia lebih mahal dibanding beberapa negara pesaing yang juga produsen TPT.

Menanggapi hal ini, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Direktorat Jenderal Pajak Hestu Yoga Saksama bilang, PPN yang hanya dikenakan pada produk akhir saja akan merusak sistem PPN secara keseluruhan.

Lebih lanjut ia menjelaskan, ketika suatu perusahaan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP), tidak ada PPN yang menjadi tanggungan perusahaan atau PKP tersebut.

“Ketika perusahaan menjual produknya, dia memungut PPN dari pembeli atau konsumennya, sehingga PPN itu merupakan beban pembelinya, bukan perusahaan tersebut,” ungkap Hestu ketika dihubungi Kontan.co.id, Kamis (19/9).

Saat perusahaan membeli bahan baku atau barang lainnya untuk proses produksi dan dipungut PPN oleh pemasoknya, maka PPN tersebut dapat dikreditkan oleh pengusaha terhadap PPN yang dipungut atas penjualannya.

Menurut Hestu, ini hanya mekanisme PPN yang  dilakukan oleh pengusaha, tanpa ada sedikit pun pajak yang menjadi beban atau tanggungan pengusaha.

Jika PPN hanya dikenakan pada produk akhir saja, PPN atas pembelian bahan baku, mesin dan peralatan, serta bahan pembantu oleh perusahaan tersebut tidak dapat dikreditkan, sehingga menambah beban produksi barang jadinya.

” Jadi  kami berharap mereka mau memahami PPN secara benar, dan melaksanakan mekanismenya dengan baik,” tutup Hestu.

sumber: kontan.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only