Kondisi Wajib Pajak Pengaruhi Besaran Angsuran PPh Pasal 25

Beberapa kondisi tersebut khususnya terkait dengan komponen penghasilan neto dan dasar penghitungan angsuran PPh pasal 25. Kondisi tersebut antara lain pertama, jika WP mempunyai kerugian fiskal yang dapat dikompensasikan.

edua, jika WP masuk bursa mendapatkan fasilitas pengurangan tarif. Ketiga, jika WP mendapatkan fasilitas pengurang penghasilan neto. Keempat, jika WP mendapatkan fasilitas pengurangan tarif 50%. Otoritas berharap angsuran PPh pasal 25 dapat lebih mendekati jumlah yang akan terutang pada akhir tahun pajak.

“Setiap WP berbeda-beda sesuai dengan kondisinya. Ada yang memiliki kompensasi kerugian fiskal, ada yang tidak,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama.

Selain itu, beberapa media juga menyoroti masalah arah kebijakan cukai hasil tembakau (CHT). Apalagi, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya mengatakan akan menaikan tarif CHT rata-rata 23% pada tahun depan.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Kerugian Fiskal

Dalam SE Dirjen Pajak No. SE-25/PJ/2019 disebutkan kerugian fiskal yang dapat dikompensasikan dalam menghitung angsuran PPh pasal 25 adalah berdasarkan surat pemberitahuan (SPT) tahunan. Jika terbit surat ketetapan pajak, surat Keputusan keberatan, atau putusan Banding, kerugian fiskal yang dapat dikompensasikan sesuai dengan surat ketetapan pajak, surat keputusan keberatan, atau putusan banding tersebut.

  • WP Masuk Bursa

Dalam SE Dirjen Pajak No. SE-25/PJ/2019 disebutkan bagi WP masuk bursa yang tahun pajak sebelumnya mendapatkan fasilitas pengurangan tarif seperti yang ada dalam Pasal 17 ayat (2b) UU PPh, penghitungan angsuran PPh pasal 25 menggunakan tarif tahun pajak sebelumnya.

  • Surat Keterangan Pemanfaatan Fasilitas

Dalam SE Dirjen Pajak No. SE-25/PJ/2019 disebutkan bagi WP yang mendapatkan fasilitas pengurangan penghasilan neto seperti yang diamanatkan dalam pasal 31A UU PPh, penghasilan neto yang menjadi dasar penghitungan angsuran PPh pasal 25 adalah penghasilan neto dikurangi jumlah fasilitas yang diterima sesuai dengan Surat Keterangan Pemanfaatan Fasilitas.

  • Pengurangan Tarif 50%

Dalam SE Dirjen Pajak No. SE-25/PJ/2019 disebutkan WP dengan peredaran bruto tahun pajak sebelumnya sampai dengan Rp50 miliar yang mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50%, berlaku ketentuan penghitungan Angsuran PPh pasal 25 tersendiri.

Pertama, batasan peredaran bruto sampai dengan Rp50 miliar untuk memperoleh fasilitas pengurangan tarif sesuai Pasal 31E ayat (1) UU PPh merupakan semua penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh dari kegiatan usaha dan dari luar kegiatan usaha tahun pajak berjalan.

Penghasilan yang dimaksud meliputi penghasilan yang dikenai PPh bersifat final,dikenai PPh tidak bersifat final, dandikecualikan dari objek pajak. Kedua, penghitungan Angsuran PPh pasal 25 tahun pajak berjalan dihitung berdasarkan tarif dengan memperhatikan ketentuan Pasal 31E ayat (1) UU PPh untuk peredaran bruto tahun pajak berjalan sampai dengan Rp50 miliar.

Ketiga, dalam hal peredaran bruto tahun pajak berjalan pada masa pajak tertentu telah melebihi Rp50 miliar sebagaimana dimaksud, angsuran PPh pasal 25 masa pajak tersebut dan seterusnya dihitung berdasarkan tarif yang berlaku umum.

  • Simplifikasi Layer Tarif Cukai Rokok

Denny Vissaro, Fiscal Economist DDTC Fiscal Research mengatakan ada beberapa aspek yang perlu dilakukan pemerintah bersamaan dengan eksekusi kenaikan tarif cukai rokok. Pertama, simplifikasi layer tarif CHT.

“Jika kenaikan tarif CHT pada 2020 sebesar 23% tidak diikuti simplifikasi, perbedaan tarif CHT antar-layer semakin tinggi. Akibatnya, simplifikasi – dalam arti penggunaan tarif yang relative seragam – akan semakin sulit dilaksanakan pada masa mendatang,” jelasnya.

Kedua, menetapkan roadmap simplfikasi selama jangka menengah. Ketiga, meredefinisi kriteria penggolongan tarif CHT untuk lebih menjamin level playing field dan melindungi pabrikan kecil. (kaw)

Beberapa kondisi tersebut khususnya terkait dengan komponen penghasilan neto dan dasar penghitungan angsuran PPh pasal 25. Kondisi tersebut antara lain pertama, jika WP mempunyai kerugian fiskal yang dapat dikompensasikan.

Kedua, jika WP masuk bursa mendapatkan fasilitas pengurangan tarif. Ketiga, jika WP mendapatkan fasilitas pengurang penghasilan neto. Keempat, jika WP mendapatkan fasilitas pengurangan tarif 50%. Otoritas berharap angsuran PPh pasal 25 dapat lebih mendekati jumlah yang akan terutang pada akhir tahun pajak.

“Setiap WP berbeda-beda sesuai dengan kondisinya. Ada yang memiliki kompensasi kerugian fiskal, ada yang tidak,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama.

Selain itu, beberapa media juga menyoroti masalah arah kebijakan cukai hasil tembakau (CHT). Apalagi, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya mengatakan akan menaikan tarif CHT rata-rata 23% pada tahun depan.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Kerugian Fiskal

Dalam SE Dirjen Pajak No. SE-25/PJ/2019 disebutkan kerugian fiskal yang dapat dikompensasikan dalam menghitung angsuran PPh pasal 25 adalah berdasarkan surat pemberitahuan (SPT) tahunan. Jika terbit surat ketetapan pajak, surat Keputusan keberatan, atau putusan Banding, kerugian fiskal yang dapat dikompensasikan sesuai dengan surat ketetapan pajak, surat keputusan keberatan, atau putusan banding tersebut.

  • WP Masuk Bursa

Dalam SE Dirjen Pajak No. SE-25/PJ/2019 disebutkan bagi WP masuk bursa yang tahun pajak sebelumnya mendapatkan fasilitas pengurangan tarif seperti yang ada dalam Pasal 17 ayat (2b) UU PPh, penghitungan angsuran PPh pasal 25 menggunakan tarif tahun pajak sebelumnya.

  • Surat Keterangan Pemanfaatan Fasilitas

Dalam SE Dirjen Pajak No. SE-25/PJ/2019 disebutkan bagi WP yang mendapatkan fasilitas pengurangan penghasilan neto seperti yang diamanatkan dalam pasal 31A UU PPh, penghasilan neto yang menjadi dasar penghitungan angsuran PPh pasal 25 adalah penghasilan neto dikurangi jumlah fasilitas yang diterima sesuai dengan Surat Keterangan Pemanfaatan Fasilitas.

  • Pengurangan Tarif 50%

Dalam SE Dirjen Pajak No. SE-25/PJ/2019 disebutkan WP dengan peredaran bruto tahun pajak sebelumnya sampai dengan Rp50 miliar yang mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50%, berlaku ketentuan penghitungan Angsuran PPh pasal 25 tersendiri.

Pertama, batasan peredaran bruto sampai dengan Rp50 miliar untuk memperoleh fasilitas pengurangan tarif sesuai Pasal 31E ayat (1) UU PPh merupakan semua penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh dari kegiatan usaha dan dari luar kegiatan usaha tahun pajak berjalan.

Penghasilan yang dimaksud meliputi penghasilan yang dikenai PPh bersifat final,dikenai PPh tidak bersifat final, dandikecualikan dari objek pajak. Kedua, penghitungan Angsuran PPh pasal 25 tahun pajak berjalan dihitung berdasarkan tarif dengan memperhatikan ketentuan Pasal 31E ayat (1) UU PPh untuk peredaran bruto tahun pajak berjalan sampai dengan Rp50 miliar.

Ketiga, dalam hal peredaran bruto tahun pajak berjalan pada masa pajak tertentu telah melebihi Rp50 miliar sebagaimana dimaksud, angsuran PPh pasal 25 masa pajak tersebut dan seterusnya dihitung berdasarkan tarif yang berlaku umum.

  • Simplifikasi Layer Tarif Cukai Rokok

Denny Vissaro, Fiscal Economist DDTC Fiscal Research mengatakan ada beberapa aspek yang perlu dilakukan pemerintah bersamaan dengan eksekusi kenaikan tarif cukai rokok. Pertama, simplifikasi layer tarif CHT.

“Jika kenaikan tarif CHT pada 2020 sebesar 23% tidak diikuti simplifikasi, perbedaan tarif CHT antar-layer semakin tinggi. Akibatnya, simplifikasi – dalam arti penggunaan tarif yang relative seragam – akan semakin sulit dilaksanakan pada masa mendatang,” jelasnya.

Kedua, menetapkan roadmap simplfikasi selama jangka menengah. Ketiga, meredefinisi kriteria penggolongan tarif CHT untuk lebih menjamin level playing field dan melindungi pabrikan kecil. (kaw)

Sumber: news.ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only