Diskon Pajak Belum Angkat Penjualan Apartemen Mewah

Jakarta, CNN Indonesia — Konsultan properti Colliers International menilai kebijakan pemerintah dalam menaikkan batas harga minimal kelompok hunian mewah yang bebas Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) menjadi Rp30 miliar belum berpengaruh pada penjualan apartemen segmen kelas menengah atas. Sampai saat ini, tingkat permintaan apartemen di kelas tersebut secara keseluruhan masih stagnan.

Senior Associate Director Colliers International Ferry Salanto menyatakan jumlah apartemen mewah atau dengan minimal harga Rp10 miliar ke atas tidak banyak dibandingkan dengan yang berharga di bawah Rp10 miliar. Dengan begitu, kebijakan fiskal yang baru diberikan pemerintah ini tak berdampak pada penjualan apartemen.

“Sasaran tembak PPnBM tidak kena. Harga kan tadinya minimal yang terkena pajak Rp10 miliar lalu dinaikkan menjadi Rp30 miliar. Tapi yang stok apartemen di atas Rp10 miliar saja hanya 5 persen, sisanya harga di bawah Rp10 miliar,” ungkap Ferry, Rabu (9/10).

Berdasarkan catatan Colliers, tingkat penyerapan apartemen pada kuartal III 2019 hanya naik tipis 0,3 persen ke level 87,5 persen dari kuartal sebelumnya. Sementara, pasokan apartemen sendiri melonjak hingga 65 persen dari 1.972 unit menjadi 3.255 unit.

Dengan lonjakan itu, total stok apartemen kini tembus 209.286 unit. Angkanya naik 1,7 persen secara kuartal dan 7,3 persen secara tahunan.

Ferry meramalkan tingkat serapan apartemen masih terus stagnan sampai akhir tahun ini. Bahkan, bisa saja turun ke level 85 persen-86 persen hingga 2023 mendatang.

“Ke depan tingkat serapan apartemen akan sedikit turun akibat tekanan perang dagang dan ketidakpastian ekonomi global,” jelasnya.

Kendati serapan diramalkan turun, tetapi Ferry melihat pasokan apartemen tetap akan bertambah hingga 2023 mendatang sebanyak 47.899 unit. Dalam hal ini, mayoritas apartemen dijual dengan harga di bawah Rp10 miliar.

Proyeksi PropertiLebih lanjut Ferry menjelaskan industri properti secara keseluruhan masih stagnan hingga tahun depan. Menurutnya, beberapa kebijakan pemerintah baik dari sisi fiskal dan moneter belum sepenuhnya ampuh mendorong bisnis properti dalam waktu dekat.

“belum ada yang benar-benar bisa mendorong. Semuanya mengantisipasi perlambatan ekonomi 2020,” ucap Ferry.

Diketahui, Bank Indonesia (BI) sudah menurunkan suku bunga acuan ke level 5,5 persen dari posisi awal tahun yang masih di level 6 persen. Walaupun begitu, Ferry menyatakan bunga kredit yang ditawarkan bank masih terbilang tinggi.

‘Kami berharap bank bisa terdorong untuk menurunkan bunga kreditnya,” ujar dia.

Selain itu, BI juga akan melonggarkan aturan loan to value (LTV) atau uang muka kredit untuk properti sebesar 5 persen mulai 2 Desember 2019 mendatang. Kebijakan itu lagi-lagi dinilai Ferry tak begitu menarik bagi masyarakat untuk belanja properti selama bunga kredit masih tinggi.

“Uang muka murah tapi kan cicilan per bulannya jadi tinggi. Kalau bisa bunga kredit diturunkan dulu dan tenor mungkin dipanjangin agar lebih ringan,” katanya.

Lagi pula, jika ekonomi global semakin melambat, maka dampaknya juga akan terasa ke Indonesia. Daya beli masyarakat bakal turun, sehingga permintaan properti bisa ikut melemah.

“Faktor global misalnya perang dagang ini kalau tidak selesai-selesai ya Indonesia akan terpengaruh, kalau ekonomi tidak bergerak kan sulit juga,” jelas Ferry.

SUMBER: Cnnindonesia

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only