Kinerja Pajak Harus Dipacu

JAKARTA, Kinerja pemeriksaan otoritas pajak perlu digenjot lebih lebih kencang lagi untuk meningkatkan kepatuhan formal wajib pajak, termasuk orang pribadi.

Kondisi ini tergambar dari data Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. Lihat saja pada 2019, jumlah wajib pajak (WP) yang terdaftar sebanyak 41,9 juta dengan 18,3 juta diantaranya wajib melaporkan surat pemberitahuan (SPT) pajak. Namun, sampai dengan Senin (11/11), realisasi kepatuhan formal WP masih di kisaran angka 71%.

Di satu sisi, rasio cakupan pemeriksaan yang dilakukan otoritas pajak juga masih jauh dari ideal. Dengan basis penghitungan WP 2018, rasio cakupan pemeriksaan atau audit coverage ratio (ACR) masih berada di angka 1,6%.

Padahal jika mengambil bench-marking, baik dari Dana Moneter Internasional (IMF) maupun OECD ditambah berbagai perbaikan yang sudah dilakukan oleh pemerintah, ACR untuk WP seharusnya bisa di atas 2%.

Jika dirunut berdasarkan jenis WP, gap antara jumlah WP wajib SPT dan WP diperiksa masih cukup besar. Contohnya WP badan, yang jika menggunakan basis data 2018, dari 1,18 juta WP, jumlah yang diperiksa hanya 39.405 WP atau rasionya 3,23%. Perbandingan yang lebih timpang lagi adalah WP orang pribadi, dari 1,9 juta, jumlah WP yang diperiksa hanya 0,6%.

ACR adalah besarnya cakupan pemeriksaan yang dihitung berdasarkan perbandingan antara WP yang diperiksa dan jumlah WP yang wajib menyampaikan SPT.

Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan aktivitas pemeriksaan yang belum optimal disebabkan banyak hal. Salah satunya adalah ketimpangan antara jumlah pemeriksa pajak dan jumlah WP yang diperiksa.

Menurutnya, ada perbandingan yang tindak imbang antara jumlah pemeriksa pajak dan WP yang terus bertambah tiap tahunnya. Alhasil, peningkatan ACR tak bisa dilakukan dalam waktu dekat. “Kami lebih fokus meningkatkan kualitas dan kinerja pemeriksaan.”

Yoga mencontohkan beberapa perbaikan yang telah dilakukan pemerintah. Restitusi misalnya. Pencairan restitusi sudah banyak diselesaikan melalui skema pembayaran pendahuluan, sehingga pemeriksaan pajak lebih untuk menggali potensi penerimaan.

Dimintai pendapatnya, Partner DDTC Fiscal Research Bawono Kristiaji mengatakan berdasarkan OECD Tax Administration Survey 2019 yang merujuk pada kondisi 2017, ada beberapa hal yang bisa menjadi perhatian. Misalnya, tiap negara umumnya memiliki pola ACR yang berbeda antara WP OP dan Badan dimana ACR Badan umumnya lebih tinggi.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo berpendapat rendahnya pemeriksaaan terhadap WP OP bisa dilihat dengan berbagai macam perspektif. Salah satunya, ketersediaan trigger (data awal, analisis) untuk OP masih minim ketimbang badan.

Sumber : Harian Bisnis Indonesia

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only