Hingga Oktober, Penerimaan Pajak Baru Capai Rp 1.018 Triliun

 Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan pajak telah mencapai Rp 1.018,47 triliun atau 64,56 persen dari target APBN 2019 sebesar Rp 1.577 triliun serta masih tumbuh sebesar 0,23 persen (yoy). Pencapaian ini berasal dari penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Nonmigas dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pihaknya terus menerus mengamati penerimaan pajak dari bulan ke bulan. Meski demikian, dia mengakui pada beberapa sektor terjadi perlambatan penerimaan pajak.

“Penerimaan pajak kita betul-betul pelototi bulan per bulan dan memang sampai Oktober ada yang alami turning poin seperti PPh pada 21 untuk PPh pasal 21 itu melambat di kuartal 3,” ujar Sri Mulyani di Kantornya, Jakarta, Senin (18/11).

Pertumbuhan PPh Nonmigas utamanya didorong oleh pertumbuhan penerimaan PPh 25/29 Orang Pribadi (OP) dan PPh 21, yang masing-masing tercatat tumbuh sebesar 16,35 persen (yoy) dan 9,77 persen (yoy). Penerimaan PPh Pasal 21 masih tumbuh, seiring dengan tingkat serapan tenaga kerja.

Sedangkan pertumbuhan PPh 25/29 OP masih mendapatkan dampak positif dari kenaikkan kepatuhan pasca Tax Amnesty (TA). Disisi lain, penerimaan PPh Migas tumbuh negatif 9,27 persen (yoy), yang diperkirakan terjadi akibat pengaruh tekanan pada harga minyak dunia dan ICP.

Sementara itu, penerimaan kumulatif dari PPN/PPnBM juga masih mengalami pertumbuhan negatif 4,24 persen (yoy), membaik jika dibandingkan periode Januari-September yang tumbuh negatif 4,40 persen (yoy).

Pertumbuhan negatif penerimaan PPN/PPnBM tersebut akibat kontributor utama penerimaan PPN/PPnBM yang berasal dari PPN DN dan PPN Impor masih tumbuh negatif masing-masing negatif 2,42 persen (yoy) dan negatif 7,42 persen (yoy).

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) diminta bekerja keras untuk mencapai penerimaan pajak. Sebab penerimaan pajak yang tak mencapai target dikhawatirkan akan mengganggu Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Ini diungkapkan Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun. Adapun pencapaian sampai 29 Oktober, penerimaan pajak baru mencapai 63,75 persen dari target Rp 1.577 triliun yang dipatok dalam APBN 2019. 

Kemenkeu pun diminta menyiapkan mitigasi risiko untuk mengantisipasi realisasi penerimaan perpajakan yang tak mencapai target. Ketika penerimaan pajak sangat rendah, harus ada upaya menutup defisit APBN.

“Kalau kita perhatikan, paling tidak kita pakai teori keran air. Kalau sumbernya berkurang, maka kerannya kita kecilin. Akhirnya apa, endingnya yang kita kurangi,” ujar dia.

Legislator Golkar itu mengatakan, realisasi APBN 2019 tinggal menyisakan waktu kurang dari dua bulan. Penerimaan pajak harus dioptimalkan sehingga proyek-proyek pembangunan tetap berjalan.

“Jangan sampai kemudian pemerintah daerah yang sudah melakukan tender, sudah melakukan upaya-upaya pembangunan di daerah melalui dana alokasi khusus yang mereka miliki, ternyata belum ditransfer kemudian bisa tertunda,” ungkap dia.

Penerimaan pajak pada APBN 2018 mencapai 97 persen dari realisasi anggaran. Dengan demikian ada defisit 3 persen. Sementara untuk APBN 2019, diasumsikan penerimaan pajak hingga akhir tahun hanya bertambah 20 persen dari capaian saat ini.

“Setidaknya kita bisa mencapai 84 persen. Perkiraannya (kenaikan dari jumlah sekarang) Rp 275 triliun dari penerimaan pajak kita,” jelas dia.

Karena itu Misbakhun mengatakan, risiko itu harus dimitigasi. Di mana, pemerintah harus bisa mencari solusinya.

“Bagaimana kita mau mengangkat ini, sementara anggaran kita adalah penerimaan pajak. Saya ingin tahu upaya-upaya yang akan dilakukan pemerintah itu apa?” imbuhnya.

Sumber: liputan6.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only