Pajak E-Commerce Kembali Dikejar

JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Direktorat Jenderal Pajak, tengah menyusun aturan pajak bagi e-commerce sesuai instruksi Presiden Joko Widodo.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani menyatakan, aturan pajak e-commerce akan menjadi salah satu kebijakan yang tertuang dalam omnibus law di bidang perpajakan.

Rencananya, rancangan undang-undang omnibus law perpajakan akan disampaikan pemerintah ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Desember 2019. Selanjutnya, draf hukum itu akan diajukan menjadi pembahasan prioritas di Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

Dalam aturannya nanti, Sri akan menyamakan besaran tarif pajak bagi toko fisik maupun e-commerce.

“Rate (tarif) PPh sudah kami turunkan yang korporasi. PPN tetap sama, tidak ada perbedaan online maupun offline. Nanti tidak ada perbedaan, namanya juga persamaan atau level of playing field,” terang Sri, Sabtu (23/11).

Sebagai gambaran, aturan pemerintah saat ini mematok tarif PPh Badan sebesar 25 persen. Nantinya, bersamaan dengan omnibus law perpajakan, pemerintah akan menyeret tarif PPh menjadi 22 persen pada 2021 dan menjadi 20 persen pada 2023.

Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo menambahkan, pemerintah akan terus berupaya mengejar pajak ekonomi digital secara keseluruhan, termasuk e-commerce. Khususnya, dalam menghadapi perlambatan penerimaan pajak yang terjadi sepanjang 2019 akibat perlambatan perekonomian global.

“Kita terus (kejar), khususnya dalam 2 bulan ke depan ini. Apalagi kita melihat denyutnya untuk kegiatan usaha itu bertambah kita memang fokus dan kita lihat secara spesifik perusahaan yang seperti itu,” ujar Suryo.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyinggung terkait penerimaan pajak dari e-dagang (e-commerce). Hal ini dilakukan, demi mewujudkan rasa keadilan dan kesetaraan (level of playing field) di antara pelaku bisnis toko fisik maupun e-commerce.

Hingg saat ini, pemerintah belum memungut pajak dari para e-commerce, karena belum memiliki aturan hukum perpajakan bagi sektor tersebut. Padahal, beberapa e-commerce telah memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) kepada konsumen.

Sementara, para toko fisik wajib menyetor pajak kepada negara. Para toko fisik umumnya harus membayar Pajak Penghasilan (PPh) hingga Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) kepada negara.

“Saya meminta ditempuh penyetaraan level of playing field, untuk pelaku usaha konvensional dan e-commerce untuk optimalkan penerimaan perpajakan,” katanya.

Jokowi menilai, kebijakan pajak bagi e-commerce bisa membantu pemerintah mengejar target penerimaan pajak untuk membiayai pembangunan. Apalagi, saat ini penerimaan pajak cukup seret seiring melambatnya laju perekonomian nasional.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, penerimaan pajak baru mencapai Rp1.018,5 triliun per akhir Oktober 2019. Capaian itu baru mencapai 64,56 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 sebesar Rp1.577,56 triliun.

Kekurangan penerimaan pajak tahun ini masih sekitar Rp559,06 triliun sampai Desember 2019. Secara keseluruhan, penerimaan pajak hanya tumbuh 0,23 persen pada Januari-Oktober 2019 dibandingkan Januari-Oktober 2018.

Sementara itu, Pengamat Pajak dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam menilai, bahwa regulasi mengenai pengenaan pajak terhadap transaksi perdagangan daring (e-commerce) memang sudah mendesak. Sebab, sektor ini akan semakin tumbuh dan berkembang pesat yang berpotensi semakin sulit untuk dikelola.

Untuk itu, Darussalam menyarankan agar pemerintah menyasar dua hal dari e-commerce. Yakni, domestik dan lintas batas. Untuk domestik, kata dia, fokusnya adalah bagaimana otoritas pajak mendapatkan data dari penyedia marketplace terkait dengan transaksi yang terjadi di tempatnya.

Sedangkan, untuk lintas batas, bagaimana pemerintah dapat memajaki transaksi over the top, yaitu melalui pembuatan aturan yang bersifat unilateral sembari menunggu konsensus global mengenai pemajakan digital rampung pada 2020.

“Intinya adalah, bagaimana DJP (Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan) mendapatkan data untuk e-commerce domestik dan hak pemajakan untuk e-commerce lintas batas,” jelasnya.

Sumber : Radarcirebon.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only