Hadi Poernomo: Rasio Pajak Sangat Bisa Dinaikkan ke 16%-19%

JAKARTA, Rasio pajak atau tax ratio di Indonesia masih berpotensi naik ke kisaran 16%-19% karena jumlah wajib pajak dan potensi domestik yang sangat besar. Rasio pajak dapat didorong naik bila otoritas pajak mengoptimalkan sistem single identity number (SIN).

“Bisa sebesar 16% sampai 19% karena dengan SIN itu semua nanti akan (seperti) ‘pengakuan dosa bersama’. Anda akan mengaku sehingga mengurangi korupsi secara sistem. Orang terpaksa jujur,” ucap Hadi Poernomo, mantan direktur jenderal pajak Kementerian Keuangan, dalam acara Sosialisasi SIN di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Sabtu (23/11).

Saat ini, rasio penerimaan pajak Indonesia berada pada level 10-11%. Pemerintah menargetkan untuk dapat meningkatkan rasio pajak menjadi 11,5% pada 2020.

Sementara penggunaan SIN sudah dijalankan di banyak negara beberapa. Diantaranya oleh Amerika Serikat (AS), Inggris dan Malaysia. Negara-negara tersebut telah menerapkan sistem yang setipe dengan SIN.

Menurut Hadi, SIN dapat meningkatkan potensi penerimaan pajak karena sistem tersebut dapat mendorong kepatuhan para wajib pajak. SIN mengintegrasikan secara otomatis (linked by system) data-data finansial maupun nonfinansial di luar aparat pajak, ke dalam Bank Data Pajak yang terpusat secara nasional.

Lalu dilakukan proses pencocokan data lawan transaksi dengan SPT Wajib Pajak. Mekanisme ini membuat SIN mampu secara otomatis mendeteksi kecurangan dan menciptakan kondisi ‘terpaksa jujur’ secara sistem. Tidak hanya terkait kecurangan pajak namun juga seluruh kecurangan yang terjadi. Termasuk korupsi.

“SIN memberantas korupsi secara sistem karena monitoring perpajakan dapat dilakukan secara utuh dan sistem ini membangun kondisi agar para wajib pajak ‘terpaksa jujur’ dapat terwujud secara otomaris karena sistem,” ucap mantan ketua BPK juga ini.

Perwujudan SIN secara konsisten menjadi agenda dalam serangkaian UU APBN. Meliputi UU No 29 Tahun 2002 tentang APBN TA 2003, UU No 28 Tahun 2003 tentang APBN TA 2004, UU No 36 Tahun 2004 tentang APBN TA 2005, dan UU No 13 Tahun 2005 tentang APBN TA 2006.

Hadi, menyebutkan, hasil road show mempromosikan SIN sepanjang 2001-2004 berhasil meraih 248 nota kesepahaman dengan berbagai perguruan tinggi, pemda, bank, partai politik dan lembaga lainnya. Tujuannya untuk pertukaran data maupun dukungan kajian. Satu per satu, kata dia, kendala rahasia berhasil dibuka pada tahap ini.

Hadi juga menjelaskan pemaparan gagasan SIN di hadapan Presiden Megawati dan seluruh jajarannya pada 15 April 2004. Presiden menyatakan dukungannya dengan menerbitkan Keputusan Presiden RI No 72 Tahun 2004 untuk mengakomodasi perwujudan transparansi melalui SIN di dalam APBN. Ia menindaklanjutinya dengan menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 178 Tahun 2004 tentang cetak biru DJP. Yang berisi antara lain peningkatan Bank Data Pajak menjadi Bank Data Nasional melalui Nomor Identitas Tunggal atau SIN.

SIN terus berlanjut dan terkonsolidasi di dalam Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 464/KMK.01/2005 tentang Pedoman Strategi dan Kebijakan Depkeu (road map) 2005-2009 serta Keputusan Menteri Keuangan Nomor 84/KMK.01/2006 tentang Rencana Strategis Departemen Keuangan 2005-2009. Puncak SIN berkekuatan hukum dicapai ketika RUU KUP 2005 disahkan menjadi Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) di mana antara lain memuat “Pasal SIN”, yakni pasal 35A dan 41C.

Sumber : investor.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only