Pajak Lesu Jadi Sorotan

Lesunya pemasukan sejumlah pajak daerah DKI Jakarta tahun 2019 menjadi sorotan dalam rapat Badan Anggaran DPRD DKI Jakarta hari kedua, Selasa (26/11/2019).

JAKARTA, Lesunya pemasukan sejumlah pajak daerah DKI Jakarta tahun 2019 menjadi sorotan dalam rapat Badan Anggaran DPRD DKI Jakarta hari kedua. Sorotan atas pajak tersebut menguat karena pemasukan DKI Jakarta diprediksi turun dari proyeksi semula.

Dari data Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta, realisasi pajak hingga Selasa (26/11/2019) sebesar Rp 35,3 triliun (T) atau 91,06 persen dari target pajak daerah DKI Jakarta 2019 Rp 44,5 T. Jumlah ini sebenarnya sudah lebih tinggi dibandingkan dengan perolehan pajak pada periode sama tahun lalu sebesar Rp 33,5 T.

Namun, sejumlah pajak dinilai lesu. Pemasukan pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) sebesar Rp 4,83 T turun dari perolehan di periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 4,84 T. Adapun Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) merupakan kategori dengan realisasi terendah, yaitu baru masuk sebesar Rp 43,36 persen dari target tahun ini sebesar Rp 9,5 T.

Adapun target pajak hiburan tahun 2019 ini sebesar Rp 850 miliar (M) justru diturunkan dari target tahun lalu sebesar Rp 900 miliar. “Perolehan dan target pajak seharusnya naik dari tahun ke tahun. Kenapa sekarang ini seperti tidak ada peningkatan,” kata Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi yang memimpin rapat Badan Anggaran (Banggar) di DPRD DKI Jakarta.

Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah mengatakan, secara umum pendapatan pajak daerah DKI Jakarta tahun 2019 ini meningkat dari tahun 2018. Hanya saja, ada beberapa pajak yang terimbas tren ekonomi saat ini.

Salah satunya adalah pajak BPHTB yang terendah realisasinya karena lesunya penjualan properti di DKI Jakarta. “Menurut para notaris, memang tren penjualan properti di DKI Jakarta tahun ini turun,” katanya.

Kepala BPRD DKI Jakarta Faisal Safruddin mengatakan, pertumbuhan ekonomi sekarang turun 5,6 persen dari kondisi semula sebesar 6,5 persen. Asumsi tren ekonomi yang turun juga turut menurunkan target pendapatan.

Untuk hotel, berdasarkan data statistik, okupansi di Jakarta turun sebesar 5 persen. Demikian juga untuk hiburan diasumsikan mengalami penurunan tren karena beberapa even besar di Jakarta dipindahkan ke kota lain seperti ke Bali, Tangerang dan Sentul. Akibatnya, Jakarta kehilangan potensi pajak dari even-even yang dipindah.

Perpindahan ini karena DKI Jakarta belum mempunyai tempat yang memadai untuk menggelar even-even hiburan besar. “Djakarta Warehouse Project, dipindahkan dari Kemayoran ke Bali. Potensi pajaknya sekitar Rp 6 M,” katanya.

Sektor pajak lain yang menjadi sorotan adalah pajak penjualan bahan bakar minyak (BBM) atau pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) yang ditargetkan sebesar Rp 1,275 T. Saat ini realisasi mencapai Rp 1,15 T.

PBBKB DKI Jakarta dinilai seharusnya lebih tinggi dari perolehan saat ini. Untuk itu, kata Faisal, pihaknya tengah bekerjasama dengan Komisi Pencegahan Korupsi (KPK) untuk audiensi dengan PT Pertamina untuk meningkatkan pajak. “KPK masuk untuk mendampingi optimalisasi perolehan pajak dengan mencegah tindakan korupsi di sini,” kata Faisal.

Selama ini, DKI Jakarta belum bisa mengukur bahan bakar yang terjual di wilayah DKI Jakarta karena belum mempunyai alat ukur. Ke depan, kata Faisal, pihaknya berencana memasang alat tera RFID untuk mengukur bahan bakar yang terjual.

Rapat Badan Anggaran di DPRD DKI Jakarta untuk membahas rancangan KUA-PPAS DKI, dengan isu utama memotong rancangan pembelanjaan yang masih Rp 10 T lebih besar daripada proyeksi pemasukan. Pembahasan pajak ini mendominasi rapat Banggar di DPRD DKI Jakarta hari kedua sementara pokok masalah, yaitu defisit, belum banyak dibicarakan.

Sumber : Harian Kompas

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only