Pengguna dan Investor Mobil Listrik Dapat Beragam Insentif, Apa Saja?

JAKARTA, KOMPAS.com – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) semakin gencar melakukan imbauan kepada industri otomotif untuk meningkatkan produksi kendaraan listrik di masa depan.

Bahkan, ragam insentif dijanjikan bakal diberikan kepada pengguna dan investor mobil listrik.

Adapun alasan Kemenperin memberikan insentif adalah agar investor bisa mengembangkan kendaraan listrik.

Perusahaan otomotif yang ingin mendapatkan insentif juga harus meningkat penjualan dan produksi kendaraan listrik.

“Fasilitas insentif yang diberikan kepada investor antara lain tax allowance dan tax holiday,” kata Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi dan Alat Pertahanan (Imatap) Kemenperin Putu Juli Ardika di Bursa Efek Indonesia Jakarta Selatan, Rabu (4/12/2019).

Selanjutnya, untuk penelitian yang akan dilakukan investor, maka investor akan diberikan super deduction tax sebesar 300 persen.

Sementara dari sisi konsumen pengguna kendaraan listrik, ada beberapa keuntungan yang akan diberikan, antara lain biaya balik nama yang lebih murah.

“Jadi kalau kendaraan listrik, bea balik nama kendaraan bermotor itu kalau biasanya 12 persen. Kendaraan listrik ini paling mahal 2,5 persen. Ini yang juga didorong,” jelas Putu.

Cicilan kendaraan listrik melalui PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk juga akan lebih murah yakni dengan bunga 3,8 persen dan tenor 6 tahun. Selain itu, juga ada kemudahan dalam hal aturan ganjil genap.

“Jadi enggak usah beli mobil dua untuk masuk ke ganjil genap. Mobil listrik bisa,” tambahnya.

Pemerintah juga mewacanakan, bagi pengguna kendaraan listrik yang tergolong kendaraan mewah akan dibebaskan dari pajak.

“Untuk kendaraan listrik ini masuk pajak barang mewah atau nol persen, dan kendaraan konvensional insentifnya 15 persen,” kata Putu.

Namun, Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara mengatakan rencana tersebut kurang efektif.

“Masalahnya bukan efektif enggak efektif, tapi bagaimana masyarakat bisa menerima itu. Karena untuk mengeluarkan biaya di awal itu cukup besar dan yang punya kemampuan untuk mempertaruhkan uang sejumlah itu adalah mereka yang punya uang,” tambahnya.

Kukuh menjelaskan, kemampuan konsumen Indonesia untuk membeli kendaraan adalah pada harga Rp 300 juta per unit. Sementara mobil listrik yang bebas pajak adalah mobil listrik dengan harga di atas Rp 800 juta per unit.

“Nah kalau mobil listrik yang bebas pajak itu masih di atas harga Rp 800 juta. Contoh hybrid sudah lama diperkenalkan di Indonesia, namun 1 bulan penjualannya mungkin satu dua dan belum dua digit per bulan,” terangnya.

Bahkan, tahun lalu penjualan mobil hibrid yang ditargetkan terjual 700 unit per tahun tidak tercapai.

“Jadi memang kunci paling besar ya daya beli masyarakat. Enggak hanya di Indonesia, di Inggris adopsi EV ini memerlukan waktu 15 sampai 20 tahun dengan syarat Inggris itu GDP-nya 40.000 dollar AS,” tambahnya.

Di sisi lain, Vice President of Technology Development and Standardization at PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), Zainal Arifin menyebut pihaknya juga akan memberikan insentif potongan harga untuk mengisi daya kendaraan listriknya hingga 30 persen.

“Masalah supply dont worry lah. Ada pasar sale-nya bahwa paling baik itu nge-charge pada saat overnight setelah jam 10 sampai jam 5 pagi, dan itu kami kasih diskon 30 persen,” ujar Zainal.

Sumber: kompas.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only